Minggu, 24 Januari 2010
Sabtu, 23 Januari 2010
Suku Baduy di Pedalaman Banten
Orang Kanekes atau
orang Baduy adalah suatu kelompok masyarakat adat Sunda di wilayah
Kabupaten Lebak, Banten. Sebutan "Baduy" merupakan sebutan yang
diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut,
berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan
mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat yang
berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai
Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut.
Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau
"orang Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang
mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo
| |
Wilayah kanekes bermukim tepat di kaki
pegunungan Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten
Lebak-Rangkasbitung, Banten, berjarak sekitar 40 km dari kota
Rangkasbitung. Tidak heran bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa
sunda dialek Sunda-Banten. Namun mereka juga lancar menggunakan Bahasa
Indonesia ketika berdialog dengan penduduk luar.
Suku Baduy sendiri terbagi menjadi tiga kelompok yaitu tangtu, panamping, dan dangka (Permana, 2001). Kelompok tangtu adalah kelompok yang dikenal sebagai Baduy Dalam. Yaitu kelompok Baduy yang paling ketat mengikuti adat mereka. Terdapat tiga kampung pada kelompok Baduy dalam yaitu: Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Ciri khas orang Baduy Dalam adalah mereka mengenakan pakaian yang berwarna putih alami dan biru tua serta mengenakan ikat kepala putih. Kelompok yang kedua adalah Baduy Luar atau dikenal sebagai kelompok masyarakat panamping. Yang berciri mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. Dan tersebar mengelilingi wilayah Baduy Dalam seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. Lain halnya kelompok ketiga disebut dengan Baduy Dangka, mereka tinggal di luar wilayah Kanekes tidak seperti Baduy Dalam dan Luar. dan saat ini hanya 2 kampung yang tersisa yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam). Kepercayaan Suku Baduy atau masyarakat kanekes sendiri sering disebut dengan Sunda Wiwitan yang berdasarkan pada pemujaan nenek moyang (animisme), namun semakin berkembang dan dipengaruhi oleh agama lainnya seperti agama Islam, Budha dan Hindu. Namun inti dari kepercayaan itu sendiri ditunjukkan dengan ketentuan adat yang mutlak dengan adanya “pikukuh” ( kepatuhan) dengan konsep tidak ada perubahan sesedikit mungkin atau tanpa perubahan apapun. | |
Objek kepercayaan terpenting bagi
masyarakat Kanekes adalah Arca Domas, yang lokasinya dirahasiakan dan
dianggap paling sakral. masyarakatnya mengunjungi lokasi tersebut dan
melakukan pemujaan setahun sekali pada bulan kalima. Hanya ketua adat
tertinggi puun dan rombongannya yang terpilih saja yang dapat
mengikuti rombongan tersebut. Di daerah arca tersebut terdapat batu
lumping yang dipercaya apa bila saat pemujaan batu tersebut terlihat
penuh maka pertanda hujan akan banyak turun dan panen akan berhasil,
dan begitu juga sebaliknya, jika kering atau berair keruh pertanda akan
terjadi kegagalan pada panen.
Mata pencaharian masyarakat Baduy adalah bertani dan menjual buah-buahan yang mereka dapatkan dari hutan. Selain itu Sebagai tanda kepatuhan/pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes secara rutin melaksanakan seba yang masih rutin diadakan setahun sekali dengan mengantarkan hasil bumi kepada penguasa setempat yaitu Gubernur Banten. Dari hal tersebut terciptanya interaksi yang erat antara masyarakat Baduy dan penduduk luar. Ketika pekerjaan mereka diladang tidak mencukupi, orang Baduy biasanya berkelana ke kota besar sekitar wilayah mereka dengan berjalan kaki, umumnya mereka berangkat dengan jumlah yang kecil antara 3 sampai 5 orang untuk mejual madu dan kerajinan tangan mereka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Perdagangan yang semula hanya dilakukan dengan barter kini sudah menggunakan mata uang rupiah. Orang baduy menjual hasil pertaniannya dan buah-buahan melalui para tengkulak. Mereka juga membeli kebutuhan hidup yang tidak diproduksi sendiri di pasar. Pasar bagi orang Kanekes terletak di luar wilayah Kanekes seperti pasar Kroya, Cibengkung, dan Ciboleger. | |
BADUY BUKAN SUKU TERASING
(http://disbudpar.wordpress.com) Provinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang teguh adat tradisi yaitu Suku Baduy yang tinggal di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak. Perkampungan masyarakat Baduy pada umumnya terletak pada daerah aliran sungai Ciujung di Pegunungan Kendeng – Banten Selatan. Letaknya sekitar 172 km sebelah barat ibukota Jakarta; sekitar 65 km sebelah selatan ibukota Provinsi Banten. Masyarakat Baduy yang menempati areal 5.108 ha (desa terluas di Provinsi Banten) ini mengasingkan diri dari dunia luar dan dengan sengaja menolak (tidak terpengaruh) oleh masyarakat lainnya, dengan cara menjadikan daerahnya sebagai tempat suci (di Penembahan Arca Domas) dan keramat. Namun intensitas komunikasi mereka tidak terbatas, yang terjalin harmonis dengan masyarakat luar, melalui kunjungan. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, masyarakat yang memiliki konsep inti kesederhanaan ini belum pernah mengharapkan bantuan dari luar. Mereka mampu secara mandiri dengan cara bercocok tanam dan berladang (ngahuma), menjual hasil kerajinan tangan khas Baduy, seperti Koja dan Jarog (tas yang terbuat dari kulit kayu Teureup); tenunan berupa selendang, baju, celana, ikat kepala, sarung serta golok/parang, juga berburu. | |
Masyarakat Baduy bagaikan sebuah negara yang tatanan hidupnya diatur
oleh hukum adat yang sangat kuat. Semua kewenangan yang berlandaskan
kebijaksanaan dan keadilan berada di tangan pimpinan tertinggi, yaitu
Puun. Puun bertugas sebagai pengendali hukum adat dan tatanan hidup
masyarakat yang dalam menjalankan tugasnya itu dibantu juga oleh
beberapa tokoh adat lainnya.
Sebagai tanda setia kepada Pemerintahan RI, setiap akhir tahun suku
yang berjumlah 7.512 jiwa dan tersebar dalam 67 kampung ini mengadakan
upacara Seba kepada “Bapak Gede” (Panggilan Kepada Bupati Lebak) dan
Camat Leuwidamar.
Pemukiman masyarakat Baduy berada di daerah perbukitan. Tempat yang paling rendah berada pada ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Sehingga dapat dibayangkan bahwa rimba raya di sekitar pegunungan Kendeng merupakan kawasan yang kaya akan sumber mata air yang masih bebas polusi. Lokasi yang dijadikan pemukiman pada umumnya berada di lereng gunung, celah bukit serta lembah yang ditumbuhi pohon-pohon besar, yang dekat dengan sumber mata air. Semak belukar yang hijau disekitarnya turut mewarnai keindahan serta kesejukan suasana yang tenang. Keheningan dan kedamaian kehidupan yang bersahaja. |
silahkan anda Copy paste artikel diatas tapi kalau anda tidak keberatan cantumkan sumber dengan linkback ke blog ini. terimakasih....!!!
daftar suku suku di indonesia
Inilah suku bangsa terbesar yang ada di Indonesia:
* Suku Aceh di Aceh: kabupaten Aceh Besar
* Suku Alas di kabupaten Aceh Tenggara
* Suku Alor di NTT: kabupaten Alor
* Suku Ambon di kota Ambon
* Suku Ampana di Sulawesi Tengah
* Suku Anak Dalam di Jambi
* Suku Aneuk Jamee di kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Barat Daya
* Suku Arab-Indonesia
* Suku Aru di Maluku: Kepulauan Aru
* Suku Asmat di Papua
* Suku Abung di Lampung
* Suku Bali di Bali
* Suku Balantak di Sulawesi Tengah
* Suku Banggai di Sulawesi Tengah: Kabupaten Banggai Kepulauan
* Suku Baduy di Banten
* Suku Bajau di Kalimantan Timur
* Suku Bangka di Bangka Belitung
* Suku Banjar di Kalimantan Selatan
* Suku Batak di Sumatera Utara
* Suku Batin di Jambi
* Suku Bawean di Jawa Timur: Gresik
* Suku Belitung di Bangka Belitung
* Suku Bentong di Sulawesi Selatan
* Suku Berau di Kalimantan Timur: kabupaten Berau
* Suku Betawi di Jakarta
* Suku Bima NTB: kota Bima
* Suku Boti di kabupaten Timor Tengah Selatan
* Suku Bolang Mongondow di Sulawesi Utara: Kabupaten Bolaang Mongondow
* Suku Bugis di Sulawesi Selatan
* Suku Bungku di Sulawesi Tengah: Kabupaten Morowali
* Suku Buru di Maluku: Kabupaten Buru
* Suku Buol di Sulawesi Tengah: Kabupaten Buol
* Suku Buton di Sulawesi Tenggara: Kabupaten Buton dan Kota Bau-Bau
* Suku Bonai di Riau: Kabupaten Rokan Hilir
* Suku Damal di Mimika
* Suku Dampeles di Sulawesi Tengah
* Suku Dani di Papua: Lembah Baliem
* Suku Dairi di Sumatera Utara
* Suku Dayak di Kalimantan
* Suku Dompu NTB: Kabupaten Dompu
* Suku Donggo, Bima
* Suku Donggala di Sulawesi Tengah
* Suku Dondo di Sulawesi Tengah: Kabupaten Toli-Toli
* Suku Duri Terletak di bagian utara Kabupaten Enrekang berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja, meliputi tiga kecamatan induk Anggeraja, Baraka, dan Alla di Sulawesi Selatan
* Suku Eropa-Indonesia (orang Indo atau peranakan Eropa-Indonesia)
* Suku Flores di NTT: Flores Timur
* Suku Gayo di Aceh: Gayo Lues Aceh Tengah Bener Meriah
* Suku Gorontalo di Gorontalo: Kota Gorontalo
* Suku Gumai di Sumatera Selatan: Lahat
* Suku India-Indonesia
* Suku Banten di Banten
* Suku Cirebon di Jawa Barat: Kota Cirebon
* Suku Jawa di Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta
* Suku Jambi di Jambi: Kota Jambi
* Suku Kei di Maluku Tenggara: Kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Tual
* Suku Kaili di Sulawesi Tengah: Kota Palu
* Suku Kaur di Bengkulu: Kabupaten Kaur
* Suku Kayu Agung di Sumatera Selatan
* Suku Kerinci di Jambi: Kabupaten Kerinci
* Suku Komering di Sumatera Selatan: Kabupaten Ogan Komering Ilir, Baturaja
* Suku Konjo Pegunungan, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan
* Suku Konjo Pesisir, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan
* Suku Kubu di Jambi dan Sumatera Selatan
* Suku Kulawi di Sulawesi Tengah
* Suku Kutai di Kalimantan Timur: Kutai Kartanegara
* Suku Kluet di Aceh: Aceh Selatan
* Suku Krui di Lampung
* Suku Laut, Kepulauan Riau
* Suku Lampung di Lampung
* Suku Lematang di Sumatera Selatan
* Suku Lembak, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu
* Suku Lintang, Sumatera Selatan
* Suku Lom, Bangka Belitung
* Suku Lore, Sulawesi Tengah
* Suku Lubu, daerah perbatasan antara Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Sumatera Barat
* Suku Madura di Jawa Timur
* Suku Makassar di Sulawesi Selatan: Kabupaten Gowa, Kabupaten Takalar, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Bulukumba (sebagian), Kabupaten Sinjai (bagian perbatasan Kab Gowa)Kabupaten Maros (sebagian) Kabupaten Pangkep (sebagian)Kota Makassar
* Suku Mamasa (Toraja Barat) di Sulawesi Barat: Kabupaten Mamasa
* Suku Mandar Sulawesi Barat: Polewali Mandar
* Suku Melayu (Suku Melayu Riau di Riau, Suku Melayu Tamiang di Aceh: Aceh Tamiang)
* Suku Mentawai di Sumatera Barat: Kabupaten Kepulauan Mentawai
* Suku Minahasa di Sulawesi Utara: Kabupaten Minahasa terdiri 9 subetnik :
* Suku Minangkabau, Sumatera Barat
* Suku Mori, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah
* Suku Muko-Muko di Bengkulu: Kabupaten Mukomuko
* Suku Muna di Sulawesi Tenggara: Kabupaten Muna
* Suku Muyu di Kabupaten Boven Digoel, Papua
* Suku Mekongga di Sulawes Tenggara: Kabupaten Kolaka dan Kabupaten Kolaka Utara
* Suku Nias di Sumatera Utara: Kabupaten Nias, Nias Selatan
* Suku Osing di Banyuwangi Jawa Timur
* Suku Ogan di Sumatera Selatan
* Suku Ocu di Kabupaten Kampar, Riau
* Suku Papua/Irian
* Suku Asmat di Kabupaten Asmat
* Suku Biak di Kabupaten Biak Numfor
* Suku Dani, Lembah Baliem, Papua
* Suku Ekagi, daerah Paniai, Abepura, Papua
* Suku Amungme di Mimika
* Suku Bauzi, Mamberamo hilir, Papua utara
* Suku Arfak di Manokwari
* Suku Kamoro di Mimika
* Suku Palembang di Sumatera Selatan: Kota Palembang
* Suku Pamona di Sulawesi Tengah: Kabupaten Poso
* Suku Pasemah di Sumatera Selatan
* Suku Pesisi di Sumatera Utara: Tapanuli Tengah
* Suku Pasir di Kalimantan Timur: Kabupaten Pasir
* Suku Rawa, Rokan Hilir, Riau
* Suku Rejang di Bengkulu: Kabupaten Kepahiang, Kabupaten Lebong, dan Kabupaten Rejang Lebong
* Suku Rote di NTT: Kabupaten Rote Ndao
* Suku Rongga di NTT Kabupaten Manggarai Timur
* Suku Saluan di Sulawesi Tengah
* Suku Sambas (Melayu Sambas) di Kalimantan Barat: Kabupaten Sambas
* Suku Sangir di Sulawesi Utara: Kepulauan Sangihe
* Suku Sasak di NTB, Lombok
* Suku Sekak Bangka
* Suku Sekayu di Sumatera Selatan
* Suku Semendo di Bengkulu, Sumatera Selatan: Muara Enim
* Suku Serawai di Bengkulu: Kabupaten Bengkulu Selatan dan Kabupaten Seluma
* Suku Simeulue di Aceh: Kabupaten Simeulue
* Suku Sumbawa Di NTB: Kabupaten Sumbawa
* Suku Sumba di NTT: Sumba Barat, Sumba Timur
* Suku Sunda di Jawa Barat
* Suku Talaud di Sulawesi Utara: Kepulauan Talaud
* Suku Talang Mamak di Riau: Indragiri Hulu
* Suku Tamiang di Aceh: Kabupaten Aceh Tamiang
* Suku Tengger di Jawa Timur Kabupaten Pasuruan dan Probolinggo lereng G. Bromo
* Suku Ternate di Maluku Utara: Kota Ternate
* Suku Tidore di Maluku Utara: Kota Tidore
* Suku Timor di NTT, Kota Kupang
* Suku Tionghoa-Indonesia
* Suku Tojo di Sulawesi Tengah: Kabupaten Tojo Una-Una
* Suku Toraja di Sulawesi Selatan: Tana Toraja
* Suku Tolaki di Sulawesi Tenggara: Kendari
* Suku Toli Toli di Sulawesi Tengah: Kabupaten Toli-Toli
* Suku Tomini di Sulawesi Tengah: Kabupaten Parigi Moutong
* Suku Una-una di Sulawesi Tengah: Kabupaten Tojo Una-Una
* Suku Ulu di Sumatera utara: mandailing natal
* Suku Wolio di Sulawesi Tenggara: Buton
silahkan anda Copy paste artikel diatas tapi kalau anda tidak keberatan cantumkan sumber dengan linkback ke blog ini. terimakasih....!!!
suku wolio buton sulawesi tenggara
Suku Wolio-Buton-Sulawesi Tenggara
Letak : Sulawesi Tenggara
Populasi : 30.000 jiwa
Bahasa : Wolio
Agama Mayoritas : Islam
Suku wolio atau yang biasa juga disebut orang-orang Buton berdiam
di kepulauan Buton, Muna dan Kabaena di Propinsi
Sulawesi Tenggara dan pulau-pulau kecil di propinsi Sulawesi Selatan.
Mereka berbicara dalam bahasa Wolio, sub kelompok bahasa Buton-Muna
dari kelompok bahasa Austronesia. Nenek moyang mereka adalah imigran
yang datang dari Johor sekitar abad 15 yang mendirikan kerajaan Buton.
Pada tahun 1960, dengan kematian sultan yang terakhir, kesultanan
dibubarkan yang akhirnya mencerai-beraikan tradisi di kepulauan
tersebut. Dalam kerajaan Buton diterapkan pula sistem kasta. Saat ini,
Buton lebih terkenal sebagai penghasil aspal di Indonesia.
SOSIAL BUDAYA
Di dalam perkampungan mereka umumnya terdapat pasar yang menjual
hasil-hasil tenunan dari sutera, katun dan sejenisnya. Banyak kampung
juga memiliki toko-toko kecil dan penjaja keliling, di mana hal ini
terlihat dari gerobak-gerobak yang mereka buat sendiri untuk berjualan.
Mata pencaharian utama suku Wolio adalah bertani, karena tanah yang
mereka tempati sangatlah subur. Hasil pertanian tersebut antara lain
beras, jagung dan singkong. Banyak juga yang menjadi nelayan atau
pembuat perahu. Perairan pulau Buton dan Mina kaya akan ikan tuna dan
ikan ekor kuning. Tetapi sejak kesempatan untuk memperoleh penghasilan
yang cukup di daerah terasa sulit, banyak dari mereka yang kemudian
pergi meninggalkan pulau mereka dengan bekerja sebagai buruh di
perusahan-perusahaan dagang dalam jangka waktu yang lama.
Pakaian Khas Wolio |
Saat ini, banyak orang-orang Wolio asli yang tinggal di Indonesia
bagian timur (Maluku dan Irian Jaya). Dalam masyarakat Wolio, laki-laki
yang mencari nafkah, sedangkan wanita menyiapkan makan, melakukan
pekerjaan rumah tangga, membuat barang-barang dari tanah liat, menenun
dan menyimpan uang yang telah dikumpulkan oleh kaum laki-laki. Sejak
dulu, orang Wolio juga sangat mementingkan pendidikan. Pendidikan yang
baik terhadap anak laki-laki dan perempuan membuat mereka memiliki
kesusasteraan yang maju. Tidak ketinggalan pula dalam hal mempelajari
bahasa asing. Karena itu, saat ini mulai terlihat hasil-hasil kemajuan
di bidang sosial.
Perkawinan dalam kebudayaan Buton sudah bersifat monogami. Setelah
menikah, pasangan akan tinggal di rumah keluarga wanita sampai sang
suami anggup mendirikan rumah sendiri. Tanggup jawab membesarkan anak
ada di bahu ayah dan ibu. Rumah tempat tinggal suku Wolio didirikan di
atas sebidang tanah dengan menggunakan papah yang kuat, dengan sedikit
jendela dan langit-langit yang terbuat dari papan yang kecil dan daun
kelapa.
AGAMA/KEPERCAYAAN
Hampir semua orang Wolio beragama Islam. Namun, terdapat kepercayaan
terhadap roh-roh. Selain itu, di tingkat pusat juga dikenal suatu aliran
yang disebut Sufi. Melalui ajaran Sufi ini, mereka melakukan meditasi
untuk mencari visi dari Allah atau mencari hal-hal yang tersembunyi di
luar akal mereka. Reinkarnasi juga dipercaya oleh banyak dari mereka
sebagai akibat dari ajaran Hindu yang masih melekat. Roh-roh jahat yang
dapat menimbulkan penyakit, roh-roh penolong yang dapat memberikan
petunjuk-petunjuk adalah roh-roh yang mereka percayai. Selain itu mereka
juga percaya adanya roh para leluhur yang dapat menolong atau dapat
menimbulkan penyakit tergantung dari tingkah laku/kebiasaan mereka.
KEBUTUHAN
Rumah Adat |
Orang Wolio membutuhkan lapangan pekerjaan yang dapat menghasilkan
uang untuk membiayai hidup. Kendatipun tanah mereka subur, hasil
pertanian dan juga non pertanian belum dapat meningkatkan perekonomian
orang Wolio secara berarti. Keadaan geografis yang berupa kepulauan
membutuhkan sarana perhubungan yang cukup memadai untuk memungkinkan
mereka mengadakan kontak dengan dunia luar. Para nelayan membutuhkan
ketrampilan menangkap ikan dan pengetahuan yang cukup untuk dapat
meningkatkan produksi dan distribusi hasil laut daerah mereka yang
terkenal seperti ikan tuna dan ikan ekor kuning di pulau Buton dan
Muna. Selain itu, sikap haus ilmu orang Wolio memproyeksikan KEBUTUHAN
pengajar dan pendidik yang dapat mengembangkan potensi dan wawasan
mereka.
silahkan anda Copy paste artikel diatas tapi kalau anda tidak keberatan cantumkan sumber dengan linkback ke blog ini. terimakasih....!!!
Kamis, 21 Januari 2010
sari boso jowo
Perangane Awak
No. | Ngoko | Kramå Madyå | Kråmå Inggil |
01.
02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. |
alís
ati awak balúng bangkèkan bathúk bókóng brêngos cangkêm cêngêl dhådhå dhêngkul dlamakan driji êmbun-êmbunan êndhas èpèk-èpèk gêgêr gêlung gêtíh githok gulu idêp idu igå ilat irung janggút jénggot kémpol kringêt kuku kupíng lambé luh måtå pipi pundhak pupu rai rambút riyak sikíl susu suwårå tangan umbêl untu uyúh wêtêng wudêl |
alís
manah badan balung bangkèkan bathúk bokong brêngos cangkêm cêngêl dhådhå dhêngkul dlamakan driji êmbun-êmbunan sirah èpèk-èpèk gêgêr gêlung rah githók gulu idep idu igå ilat irung janggút jénggot kémpol kringêt kuku kupíng lambé luh mripat pipi pundhak pupu rai rambút riyak suku susu swantên tangan umbêl untu toyan wêtêng wudêl |
imbå
(pêng) galih salirå tosan pamêkan palarapan bocong gumbålå, rawis tutuk griwå jåjå jengku samparan racikan pasundhulan muståkå tapak astå pêngkêran ukêl rah julukan jangga ibíng kêcoh unusan lidhah grana kèthèkan,adhêgan gumbala wêngkêlan riwé kênåkå talingan lathi waspå paningal, socå pangarasan pamidhangan wêntís pasuryan rémå, ríkmå jlagrå ampéyan prêmbayún swantên astå gadhíng wåjå turas padharan tuntunan |
Tembung Ngoko - Krama Madya - Krama Inggil
No. | Ngoko | Kråma Madyå | Kråmå Inggil |
01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. |
A
abang adhi adêg adóh adús ajang aku ambúng amít anak anak-anak anggo aran arêp (pêm)-barêp asu awèh ayo é | abrít adhi ngadêg têbíh adús ajang kulå ambúng amít yogå anak-anak anggé nåmå ajêng, badhé pêmbajêng sêgawon nyukani månggå ník | abrít rayi jumênêng tebíh siram ambêng kawulå,dalêm aras kulånuwun, putrå peputrå agêm asmå kêrså pêmbajêng sêgawon maringi sumanggå pún |
01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. |
B
bali bantal banyu bapak batúr bêbêd bébék bênêr bêras biyèn bojo borèh buri buwang bêbuwang buyar | mantúk bantal toyå bapak réncang bêbêd kambangan lêrês uwós riyín sémah borèh wingkíng bucal bêbucal rampúng | kúndúr kajang sirah toyå råmå abdi nyamping kambangan kasinggihan uwós rumiyin garwå kónyóh pêngkêran kêndhang bóbótan rampúng |
01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. |
C
caritå caturan cawis cêkêl cèlèng céwok clathu cucúl cukúr cundhúk | cariyós wicantên cawís cêpêng andhapan cawík wicantên cucúl cukúr cundhúk | cariyós ngendikå caós astå andhapan cawík ngvndikå lukar paras, pangkas sangsangan |
01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. 12. |
D
dadi dalan dandan dêlêng dhéwé dhuwít dudu doyan dolan dulang durúng duwé | dadós radinan dandós ningali piyambak yatrå sanès purún dolan ndulang dêrêng gadhah | dadós margi busånå mriksani piyambak artå sanès kerså amêng-amêng ndhahari dèrèng kagungan |
No. | Ngoko | Kråmå Madyå | Kråmå Inggil |
01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. |
E
élíng êmbah êmbuh êndhêm êndi êntèni ênyang êpèk ésuk | élíng êmbah kirangan mêndhêm pundi êntosi awís pêndhêt énjíng | émút, ångêt éyang ngapuntên wuni pundi rantosi awís pundhút énjíng |
01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. |
I
ikêt iki ilang imbúh inêp irêng ngiringakên iså isín iwak iyå | ikêt niki ical imbêt nyipêng cêmêng ngiringakên sagêd isín ulam inggíh | dêstar punikå ical tandúk nyaré cêmêng ndhèrèkakèn sagêd lingsêm ulam sêndikå |
01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. 12. |
J
jågå jago jalúk jamu jaran jarít jenat jerúk jisím jogèd jungkat jupúk | jagi sawúng nêdi jampi jaran sinjang jênat jêram jisím jogèd sêrat pêndhêt | rêkså sawúng nyuwún lólóh titihan nyamping swargi jêram layón bêkså pêthat pundhút |
01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. |
K
kabèh kåcåmåtå kagèt kakang kalúng kanggo kåndhå kathók katúr kayu kêbo kêlambi kêlúd kêmbang kêmbên kêmúl kêrís kijíng kirå kóngkón kowé kramas kråså krungu dikubúr kuburan kurang kuwat kuwi | sêdåyå kåcåmripat kagèt kakang kalúng kanggé sanjang kathók katúr kajêng maéså rasukan kêlud sêkar kêmbên kêmul dhuwúng kijíng kintên kèngkèn sampéyan kramas kraós kêpirêng dipêtak kuburan kirang kiyat niku | sêdantên kåcåtingal kêjót råkå sangsangan kagêm ngêndika lancingan konjúk kajêng maéså agêman samparan sêkar kêsêmêkan singêp wangkingan sêkaran kintên utús pênjênêngan jamas kraós midhangêt disarèkaké pasaréyan kirang kiyat punikå |
No. | Ngoko | Kråmå Madyå | Kråmå Inggil |
01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. 12. 13. 14. |
L
labúh lagi laír lali lanang lårå larang layang lemah lêmu liwat lungå lêlungan lunggúh | labêt sawêg lair supé jalêr sakít awís sêrat siti lêma langkúng késah kêkésahan lênggah | labêt nêmbé miyós kalimêngan kakúng gêrah, gêring awís nawålå siti lêmå langkúng tindak pêparan pinarak |
01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. |
M
måcå macan malíng mambu manak mangan mangkat marang mati mayít mêlèk mèlu mènèhi mênjangan menyang mêtu mikir minggat mlaku mudhún mulang mulíh muni murah | måcå macan maling mambêt nglairakên nêdhå bidhal dhatêng pêjah mayít mêlèk tumút nyukani sangsam dhatêng mêdal manah minggat mlampah mandhap mucal mantuk mungêl mirah | maós simó pandúng nggåndå mbabar dhahar tindak, jengkar dhatêng sedå, surúd layón wungu ndhèrèk maringi, nyaósi sangsam dhatêng miyós nggalíh lólós tindak mandhap mucal kúndúr mungêl mirah |
01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. |
N
nandúr nangís nêpsu nóm nunggang ngadêg ngaggo ngarêp ngaso ngêlu ngèngèr ngêntèni ngimpi ngirím ngisíng ngombé ngóngkón nguyúh nyambút gawé nyêkêl nyilíh nyrêngêni nyritani | nanêm nangís, mular nêpsu nèm numpak ngadêg nganggé ngajêng kèndêl ngêlu ngèngèr ngêntosi ngimpi ngintun bebanyu nginum ngèngkèn toyan nyambut damêl nyêpêng nyambut nyrêngêni nyriyosi | nanêm muwún duka timúr nitíh jumênêng ngagêm ngarså kèndêl puyêng ngabdi ngrantós nyupêna ngintún bóbótan ngunjúk ngutús ngaturi turas ngastå damêl ngastå ngampíl ndukani nyriyósi |
01. 02. 03. 04. 05. |
O
ómbó obat olèh ómpóng ora | wiyar jampi angsal ómpóng bótên | wiyar usådå pikantuk, kêparêng dhaút bótên |
01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. |
P
pådhå padusan paidón panas pangan pangilón paturón payúng peéan pikír pilís pitík prau pupak pupúr putíh putu | sami padusan paidón bêntèr têdhan pangilón patilêman payúng pétan manah pilís ayam kapal pupak pupúr pêthak putu | sami pasiraman kêcohan bêntèr dhaharan paningalan pasaréeyan sóngsóng ulík penggalíh blónyóh ayam baitå dhaút tasík pêthak wayah |
No. | Ngoko | Kråmå Madyå | Kråmå Inggil |
01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. |
R
rabi rådå råså råtå raúp rekåså rupå rusak | émah êmah radi raós radin raúp rêkaos warni risak | kråmå radi raós radin suryan rekaós warni risak |
01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. 12. 13. 14. 15. |
S
sabúk sadêla sadulúr salín sandhangan sapi sapíh sapu sêga sêgårå selír sendhók silíh slamêt suwé | sabúk sêkêdhap sadhèrèk gantós panganggé lêmbu sapíh sapu sêkul sêgantên selír séndhok sambút wilujêng dangu | pêningsêt sêkêdhap sadhèrèk gantós pangagêm lêmbu pêgêng samparan sêkul sêgantên ampil, ampéyan lantaran ampíl sugêng dangu |
01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. 12. 13. 14. 15. |
T
takón tandang gawé tåndhå tangan tandúr tangi tapihan têka têkên têtak, sunat tiba tilík tuku turah turu turún | takèn nyambut damêl tåndhå tangan tanêm tangi tapihan dugi, dhatêng têkên têtak, sunat dhawah tuwi tumbas tirah tilêm turún | ndangu ngastå damel tapak astå tanem wungu nyampingan rawúh lantaran supít dhawah tuwi mundhut tirah saré, néndrå têdhak |
silahkan anda Copy paste artikel diatas tapi kalau anda tidak keberatan cantumkan sumber dengan linkback ke blog ini. terimakasih....!!!
Muncúlé Aksårå Hånåcåråkå Anyar
Sawisé jaman Måjåpait, muncúl jaman Islam lan uga jaman Kolonialismê Kulón ing Tanah Jawa.
Ing jaman iki banjúr muncúl naskah-naskah manuskrip kapisan síng wís nganggo aksårå Hånåcåråkå Anyar.
Naskah-naskah iki ora namúng katulís ing gódhóng palêm (róntal utawa nipah) manèh, nangíng ugå ing dluwang utawa kêrtas lan awujúd buku utåwå codex ("kodhèks").
Naskah-naskah iki ditêmókaké ing tlatah pasisir lór Jåwå lan pådhå digawani mênyang Eropah ing abad kapíng 16 utåwå 17.
Bêntuké aksårå Hånåcåråkå Anyar iki wís bédå karo aksårå sadurungé kayåtå aksårå Måjåpaitan.
Prabédan utåmå iku anané serif tambahan ing aksara Hånåcåråkå Anyaran.
Prabédan utåmå iku anané serif tambahan ing aksara Hånåcåråkå Anyaran.
Aksårå-aksårå Hånåcåråkå awal iki bêntúké mèmpêr kabèh såkå Bantên ing sisíh kulón nganti têkan Bali.
Nangíng banjúr akiré pirang-pirang tlatah ora nganggo aksårå Hånåcåråkå lan pindhah nganggo Pégón lan aksårå Hånåcåråkå gaya Surakartan síng dadi baku.
Nangíng saka kabèh aksårå iku, aksara Bali síng bêntúké têtêp padha nganti ing abad kapíng 20.
Nangíng banjúr akiré pirang-pirang tlatah ora nganggo aksårå Hånåcåråkå lan pindhah nganggo Pégón lan aksårå Hånåcåråkå gaya Surakartan síng dadi baku.
Nangíng saka kabèh aksårå iku, aksara Bali síng bêntúké têtêp padha nganti ing abad kapíng 20.
Aksårå Hånåcåråkå ing médhia céthak
Aksårå Hånåcåråkå wiwít digunakaké kanggo nyithak buku ing púrwané abad kapíng 19.
Tèknik médhia cithak wiwít ditêpangi púrwané ing Eropah ing têngahé abad kapíng 15 ing kiwå-têngêné tahún 1450.
Síng kapisan ngriptå iku Johannes Gutenberg såkå Jêrman.
Måwå sistém Gutenberg iki, dadi sawijiníng tèks ora usah ditulís måwå tangan manèh déníng sawijiníng juru tulís nangíng bisa dicithak.
Akibaté buku-buku biså diprodhúksi massal lan éwadéné biså diêdól luwíh murah lan panyêbarané luwíh jêmbar.
Bångså
Éropah wís pådhå nêkani Nuswantårå wiwít taun 1511, lan manyinaóni
båså-båså pribumi ing tlatah kéné, nangíng gagasan kanggo nyithak
buku-buku måwå aksårå pribumi lagi muncúl ing purwané abad kapíng 19.
Sadurungé ånå aksårå síng marêmi brayat umúm, ana sawêtårå gagasan-gagasan síng muncúl prêkårå aksårå Jåwå cithak síng apík såkå sumbêr síng séjé-séjé.
Ing kålå sêmono pangriptå aksårå Jåwå cithak iki dadi diprakarsani déníng kêlómpók síng séjé-séjé yaiku: Raffles, pamaréntah Hindhia-Walåndå, kaúm panyêbar agåmå Kristên (zending), lan pårå ngèlmuwan.
Sadurungé ånå aksårå síng marêmi brayat umúm, ana sawêtårå gagasan-gagasan síng muncúl prêkårå aksårå Jåwå cithak síng apík såkå sumbêr síng séjé-séjé.
Ing kålå sêmono pangriptå aksårå Jåwå cithak iki dadi diprakarsani déníng kêlómpók síng séjé-séjé yaiku: Raffles, pamaréntah Hindhia-Walåndå, kaúm panyêbar agåmå Kristên (zending), lan pårå ngèlmuwan.
Kanggo
aksårå Hånåcåråkå Jåwå, priyayi síng kapisan nggawé cithakan aksårå
Hånåcåråkå iku Thomas Stamford Raffles ing bukuné síng misuwúr The
History of Java (Raffles 1817).
Nangíng aksårå cithak Jåwå iki namúng kanggo ilustrasi ing bukuné waé, ora kanggo nyithak tèks síng akèh.
Nangíng aksårå cithak Jåwå iki namúng kanggo ilustrasi ing bukuné waé, ora kanggo nyithak tèks síng akèh.
Van Vlissingen
Sawisé
iku ing taún 1820, kêpala Algemeene Secretarie ing Batavia, J.C. Baud
mutúsaké supåyå ånå mêsín cithak måwå aksårå Jåwå. Baud banjúr awèh
paréntah marang sawijiníng pakar båså Jåwå Walanda síng nalika iku
manggón ing Suråkårtå, P. van Vlissingen supåyå biså ngrancang
sawijiníng aksårå cithak síng praktis tur apik. Van Vlissingen sarujúk
lan nggawé sawijiníng modhèl aksarané. Nangíng dhèwèké ing taún 1821
mulíh mênyang Walåndå.
Sênadyan mêngkono pårå pênggêdhé ing Batavia sênêng marang rancangané lan Van Vlissingen síng wís ing Walåndå dikirim layang supåyå nêrusaké gayuhé.
Banjúr wusanané ing Juni 1825 aksårå cithak iki têkan ing Batavia. Wóng-wóng ing kånå pådhå sênêng amêrgå aksarané biså kanggo nyithak tulisan tênanan lan tuladhané yå aksårå síng kaanggêp apík dhéwé kålå iku: aksårå Hånåcåråkå gaya kêratónan Suråkårtå. Nangíng sênadyan mêngkono ugå ånå kritik marang aksårå cithak iki. Aksarané kêcilikên ukurané minångkå rélatif lan akèh pådå-pådå såhå sandhangan síng ora mèlu kacipta dadi aksårå iki ora bisa kanggo nyithak tèks-tèks kasusastran, namúng kanggo nyithak tèks-tèks biyåså waé ing koran.
Kamångkå rêncanané mbiyèn olèhé nggawé aksårå cithak iku supåyå bisa nyithak buku-buku kasusastran
Sênadyan mêngkono pårå pênggêdhé ing Batavia sênêng marang rancangané lan Van Vlissingen síng wís ing Walåndå dikirim layang supåyå nêrusaké gayuhé.
Banjúr wusanané ing Juni 1825 aksårå cithak iki têkan ing Batavia. Wóng-wóng ing kånå pådhå sênêng amêrgå aksarané biså kanggo nyithak tulisan tênanan lan tuladhané yå aksårå síng kaanggêp apík dhéwé kålå iku: aksårå Hånåcåråkå gaya kêratónan Suråkårtå. Nangíng sênadyan mêngkono ugå ånå kritik marang aksårå cithak iki. Aksarané kêcilikên ukurané minångkå rélatif lan akèh pådå-pådå såhå sandhangan síng ora mèlu kacipta dadi aksårå iki ora bisa kanggo nyithak tèks-tèks kasusastran, namúng kanggo nyithak tèks-tèks biyåså waé ing koran.
Kamångkå rêncanané mbiyèn olèhé nggawé aksårå cithak iku supåyå bisa nyithak buku-buku kasusastran
Brückner
Banjúr
kurang luwíh ing mångså síng pådhå ånå sawijiníng juru dakwah Protèstan
(Walanda zendeling) såkå Jêrman ajênêng Gottlob Brückner síng nduwé
kapénginan nêrjêmahaké Alkitab ing båså Jåwå. Brückner wís manggón wiwít
taún 1814 ing Sêmarang. Alíhbåså Alkitabé wís rampúng ing taún 1821,
banjúr dhèwèké kêpéngín nyithak naskahé lan takón mênyang pamaréntah
kolonial åpå bisa nggawé mêsín cithak aksårå Jåwå ora.
Nangíng suwé ora olèh réaksi wusanané dhèwèké nggawé aksara cithakan dhéwé síng rampúng ing taún 1831.
Aksarané iki saliyané kanggo nyithak pratélan Alkitabé, uga diênggo nyithak pamflèt-pamflèt Kristên síng diêdúmaké ing Sêmarang taún 1831.
Ing Sêmarang pårå pêdunúng pribumi tibaké sênêng bangêt marang tulisané nganti pamaréntah kolonial dadi wêdi lan mbêslah åpå síng turah.
Banjúr Brückner ugå olèh pèngêtan yèn Alkitab-Alkitabé ugå bakal dibêslah yèn diêdúmaké.
Wujúd aksårå Jåwå gaya Brückner iki ditliti déníng pårå pakar sastrå Jåwå kålå iku yaiku C.F. Winter lan J.F.C. Gericke.
Pårå pakar iki kúrang sênêng marang modhèl aksarané Brückner amêrga kaanggêp dudu cangkókan gaya Kêratón Suråkartan síng kålå iku kaanggêp apík dhéwé.
Nangíng suwé ora olèh réaksi wusanané dhèwèké nggawé aksara cithakan dhéwé síng rampúng ing taún 1831.
Aksarané iki saliyané kanggo nyithak pratélan Alkitabé, uga diênggo nyithak pamflèt-pamflèt Kristên síng diêdúmaké ing Sêmarang taún 1831.
Ing Sêmarang pårå pêdunúng pribumi tibaké sênêng bangêt marang tulisané nganti pamaréntah kolonial dadi wêdi lan mbêslah åpå síng turah.
Banjúr Brückner ugå olèh pèngêtan yèn Alkitab-Alkitabé ugå bakal dibêslah yèn diêdúmaké.
Wujúd aksårå Jåwå gaya Brückner iki ditliti déníng pårå pakar sastrå Jåwå kålå iku yaiku C.F. Winter lan J.F.C. Gericke.
Pårå pakar iki kúrang sênêng marang modhèl aksarané Brückner amêrga kaanggêp dudu cangkókan gaya Kêratón Suråkartan síng kålå iku kaanggêp apík dhéwé.
Roorda van Eysinga lan Radèn Saleh
Roorda van Eysinga, sawijiníng pakar sastrå Jåwå ing nêgårå Walåndå uga tau ditugasi nggawé aksara cithak.
Roorda van Eysinga banjúr ngrancang sawijiníng aksårå, rinéwangan déníng Radèn Salèh.
Aksårå riptan Roorda van Eysingan iki rampúng ing taún 1835. Nangíng kasilé dikritik amêrgå rupané isíh ålå lan wujúdé wujúd aksårå pêsisiran, dudu aksårå gaya Suråkartan.
Roorda van Eysinga banjúr ngrancang sawijiníng aksårå, rinéwangan déníng Radèn Salèh.
Aksårå riptan Roorda van Eysingan iki rampúng ing taún 1835. Nangíng kasilé dikritik amêrgå rupané isíh ålå lan wujúdé wujúd aksårå pêsisiran, dudu aksårå gaya Suråkartan.
Roorda
Taco
Roorda iku síng kapisan biså nggawé aksårå Jåwå síng biså dianggêp
suksès amêrgå aksarané ditampa déning pårå pakar sajaman lan têtêp
diênggo nganti luwih saka 100 taún.
Aksårå Roorda iki rampúng ing taún 1838.
Aksårå Roorda iki rampúng ing taún 1838.
Taco Roorda iku sajatiné pakar båså Wétan Têngah kaya ta båså Ibrani, budaya Wétan Têngah, såhå tafsir Prajanjian Lawas.
Nangíng dhèwèké dadi profésor båså lan sastrå Jåwå wiwít taún 1842 ing Delftsche Academie, akadêmi studi ‘Hinda’ ing Delft. Sawisé lêmbaga iki dibubaraké ing taún 1864, dhèwèké dadi profésor ing lêmbaga pênêrusé ing Leiden síng diarani Rijksinstelling tot Opleiding van Indische Ambtenaren utåwå 'Lêmbaga Negårå bagi Pêndidikan Pêgawai Nêgêri Hindia'.
Nangíng dhèwèké dadi profésor båså lan sastrå Jåwå wiwít taún 1842 ing Delftsche Academie, akadêmi studi ‘Hinda’ ing Delft. Sawisé lêmbaga iki dibubaraké ing taún 1864, dhèwèké dadi profésor ing lêmbaga pênêrusé ing Leiden síng diarani Rijksinstelling tot Opleiding van Indische Ambtenaren utåwå 'Lêmbaga Negårå bagi Pêndidikan Pêgawai Nêgêri Hindia'.
Roorda
dhéwé miturút panuturé dhéwé biså nggawé aksårå síng apík mêrgå bisa
niliki lan sinau såkå pêngalaman pårå pêndahulu-né. Saliyané iku dhèwèké
biså nggambar måwå apík, mulané bisa nggambar konsèp cithakan aksarané.
Banjúr jênís aksårå sing diênggo déníng Roorda iku jênisé pancèn têpat, yaiku aksårå Jåwå gaya Karatón Suråkårtå síng kålå iku dianggêp apík dhéwé.
Banjúr jênís aksårå sing diênggo déníng Roorda iku jênisé pancèn têpat, yaiku aksårå Jåwå gaya Karatón Suråkårtå síng kålå iku dianggêp apík dhéwé.
silahkan anda Copy paste artikel diatas tapi kalau anda tidak keberatan cantumkan sumber dengan linkback ke blog ini. terimakasih....!!!
Aksårå Måjåpait
Prasasti Singhåsari 1351
Ing sajarah Nuswantårå mångså antårå taún 1250 - 1450 iki ditandhani karo dhominasi Måjåpait ing Jåwå Wétan.
Aksårå Måjåpait iki ugå nudúhaké pangarúh såkå gaya panulisan ing róntal lan rupané éndhah. Gayané sêmu kaligrafis.
Conto utåmå gaya panulisan aksara iki bisa paling bêcík didêlêng ing Prasasti Singhåsari 1351 sing gambaré ana ing sisih ndhuwur iki.
Gaya panulisan aksårå gaya Måjåpait iki wis nyêdhaki gaya modhèrn.
Aksårå Måjåpait iki ugå nudúhaké pangarúh såkå gaya panulisan ing róntal lan rupané éndhah. Gayané sêmu kaligrafis.
Conto utåmå gaya panulisan aksara iki bisa paling bêcík didêlêng ing Prasasti Singhåsari 1351 sing gambaré ana ing sisih ndhuwur iki.
Gaya panulisan aksårå gaya Måjåpait iki wis nyêdhaki gaya modhèrn.
05 Aksårå Pasca-Måjåpait
Prasasti Ngadóman
Sawisé
jaman Måjåpait síng miturút tradhisi Jåwå nêgårå binêdhah ing taún 1478
(cåndråsangkalané sirnå ilang krêtaning bumi) nganti pungkasan abad
kapíng 16 utåwå awal abad kapíng 17, kanggo sajarah aksårå Jåwå bisa
diarani "jaman pêtêng".
Amêrgå sawisé iku nganti awal kapíng 17 mèh ora ditêmókaké bukti panulisan.
Ujug-ujug bêntúk aksårå Jåwå dadi bêntuké síng modhèrn.
Sênadyan mêngkono ugå ditêmókaké prasasti síng wigati amêrgå dianggêp dadi "missing link" antårå aksårå Hånåcåråkå såkå jaman Jåwå Kunå lan aksårå Budå síng isíh diênggo ing Tanah Jåwå, utamané ing sakiwa-têngêning Gunúng Mêrapi lan Mêrbabu nganti abad kaping 18.
Prasasti síng diómóngaké iki diarani Prasasti Ngadóman síng ditêmókaké cêdhak Sålåtigå.
Nangíng conto aksårå Budå síng paling tuwå didugå asalé såkå Jåwå Kulón lan ditêmókaké ing naskah-naskah síng ngamót Kakawin Arjunawiwaha lan Kunjarakarna gancaran.
Amêrgå sawisé iku nganti awal kapíng 17 mèh ora ditêmókaké bukti panulisan.
Ujug-ujug bêntúk aksårå Jåwå dadi bêntuké síng modhèrn.
Sênadyan mêngkono ugå ditêmókaké prasasti síng wigati amêrgå dianggêp dadi "missing link" antårå aksårå Hånåcåråkå såkå jaman Jåwå Kunå lan aksårå Budå síng isíh diênggo ing Tanah Jåwå, utamané ing sakiwa-têngêning Gunúng Mêrapi lan Mêrbabu nganti abad kaping 18.
Prasasti síng diómóngaké iki diarani Prasasti Ngadóman síng ditêmókaké cêdhak Sålåtigå.
Nangíng conto aksårå Budå síng paling tuwå didugå asalé såkå Jåwå Kulón lan ditêmókaké ing naskah-naskah síng ngamót Kakawin Arjunawiwaha lan Kunjarakarna gancaran.
silahkan anda Copy paste artikel diatas tapi kalau anda tidak keberatan cantumkan sumber dengan linkback ke blog ini. terimakasih....!!!
Aksårå Pallawa
Prasasti Yupa
silahkan anda Copy paste artikel diatas tapi kalau anda tidak keberatan cantumkan sumber dengan linkback ke blog ini. terimakasih....!!!
Aksårå Pallawa iku asalé såkå India sisíh kidúl. Jênís aksårå iki digunakaké ing kiwå-têngêné abad kapíng 4 lan abad kapíng 5.
Búkti kapisan panganggonan jênís aksårå iki ing Nuswantårå ditêmókaké ing pulo Kalimantan sisíh wétan ing cêdhak tlatah síng saiki diarani Kutai.
Banjúr aksårå iki ugå digunakaké ing pulo Jawa ing Tatar Sundhå ing prasastiné Tarumanêgara síng katulis ing kiwå-têngêné taun 450. Ing Tanah Jåwå dhéwé aksårå iki kagunakaké ing Prasasti Túk Mas lan Prasasti Canggal.
Búkti kapisan panganggonan jênís aksårå iki ing Nuswantårå ditêmókaké ing pulo Kalimantan sisíh wétan ing cêdhak tlatah síng saiki diarani Kutai.
Banjúr aksårå iki ugå digunakaké ing pulo Jawa ing Tatar Sundhå ing prasastiné Tarumanêgara síng katulis ing kiwå-têngêné taun 450. Ing Tanah Jåwå dhéwé aksårå iki kagunakaké ing Prasasti Túk Mas lan Prasasti Canggal.
Aksårå Pallawa iki biså dianggêp babóníng kabèh aksårå ing Nuswantårå, kalêbu aksårå Hånåcåråkå.
Yèn didêlêng aksårå Pallawa iki rupané makothak-kothak. Ing basa Inggrís prêkårå iki diarani nganggo ukara “box head” utåwå “square head-mark”. Banjúr mèh kabèh aksårå tinulís nganggo åpå síng kasêbút måwå istilah serif. Serif-é tinulis ing sisíh kiwå.
Yèn didêlêng aksårå Pallawa iki rupané makothak-kothak. Ing basa Inggrís prêkårå iki diarani nganggo ukara “box head” utåwå “square head-mark”. Banjúr mèh kabèh aksårå tinulís nganggo åpå síng kasêbút måwå istilah serif. Serif-é tinulis ing sisíh kiwå.
Sênadyan
aksårå Pallawa wís ditêpangi ing Nuswantårå wiwít abad kapíng 4,
nangíng båså Nuswantårå asli durúng ånå síng katulis ing aksårå iki.
Aksårå Kawi Wiwitan
Prabédan antårå aksårå Kawi Wiwitan karo aksårå Pallawa iku utamané gayané.
Aksårå Pallawa iku kêtårå yèn sawijiníng aksara monumèntal síng kanggo nulís ing watu.
Aksårå Kawi Wiwitan katóné utamané aksårå síng kanggo nulís ing róntal lan mulané bêntúké dadi luwih kursif.
Aksårå Kawi Wiwitan digunakaké antara taun 750 nganti 925. Prasasti-prasasti sing katulís ing aksårå Kawi Wiwitan cacahé akèh, kurang luwíh 1/3 (sapratêlón) såkå kabèh prasasti síng ditêmókaké ing pulo Jåwå.
Ing Tanah Jåwå, aksårå iki palíng tuwå ditêmókaké ing Prasasti Plumpungan (cêdhak Sålåtigå) síng kurang luwíh ditulís ing taún 750. Prasasti iki isíh ditulís ing båså Sangskrêta.
Aksårå Pallawa iku kêtårå yèn sawijiníng aksara monumèntal síng kanggo nulís ing watu.
Aksårå Kawi Wiwitan katóné utamané aksårå síng kanggo nulís ing róntal lan mulané bêntúké dadi luwih kursif.
Aksårå Kawi Wiwitan digunakaké antara taun 750 nganti 925. Prasasti-prasasti sing katulís ing aksårå Kawi Wiwitan cacahé akèh, kurang luwíh 1/3 (sapratêlón) såkå kabèh prasasti síng ditêmókaké ing pulo Jåwå.
Ing Tanah Jåwå, aksårå iki palíng tuwå ditêmókaké ing Prasasti Plumpungan (cêdhak Sålåtigå) síng kurang luwíh ditulís ing taún 750. Prasasti iki isíh ditulís ing båså Sangskrêta.
Aksårå Kawi Pungkasan
Kira-kira sawisé taún 925, pusat kakuwasan ing pulo Jåwå dadi pindhah ing Jåwå Wétan.
Pangalihan kakuwasan iki uga katón pangaruhé ing jênisíng aksårå síng kanggo.
Mångså aksårå Kawi Pungkasan iki kirå-kirå såkå taún 925 nganti 1250. Sajatiné aksårå Kawi Pungkasan ora béda akèh ing wujudé karo aksårå Kawi Wiwitan, namúng gayané waé sing dadi rådå séjé.
Pangalihan kakuwasan iki uga katón pangaruhé ing jênisíng aksårå síng kanggo.
Mångså aksårå Kawi Pungkasan iki kirå-kirå såkå taún 925 nganti 1250. Sajatiné aksårå Kawi Pungkasan ora béda akèh ing wujudé karo aksårå Kawi Wiwitan, namúng gayané waé sing dadi rådå séjé.
Ing sisi liyå, gaya aksårå síng kanggo ing Jåwå Wétan sadurungé taún 925 uga wís bédå karo gaya ing Jawa Têngah.
Dadi katóné prabédan iki ora namúng prabédan ing wêktu waé nanging uga ing papan.
Dadi katóné prabédan iki ora namúng prabédan ing wêktu waé nanging uga ing papan.
Ing mångså iki biså dibédakaké papat gaya aksårå sing bédå-bédå:
1. Aksårå Kawi Jåwå Wétanan såkå taún 910 - 950;
2. Aksårå Kawi Jåwå Wétanan såkå jaman prabu Airlangga
(1019 - 1042);
(1019 - 1042);
3. Aksara Kawi Jåwå Wétanan Kêdhiri
(kurang luwíh 1100 - 1220)
(kurang luwíh 1100 - 1220)
4. Aksara têgak (quadrate script) isíh såkå mångså Kêdhiri
(1050-1220).
(1050-1220).
silahkan anda Copy paste artikel diatas tapi kalau anda tidak keberatan cantumkan sumber dengan linkback ke blog ini. terimakasih....!!!
Aksårå Jåwå Hånåcåråkå
Aksårå Hånåcåråkå iku babóné aksårå Brahmi síng asalé såkå Hindhústan.
Ing anak bawånå Indhia iku akèh rupa-rupaníng aksårå. Salah sijiníng aksårå síng wigati iku aksara Pallawa saka Indhia sisih kidúl.
Aksårå iki inaranan mêngkéné miturút jênêngé salah siji karatón ing Indhia kidúl yaiku Karajan Pallawa.
Aksårå Pallawa iki digunakaké ing kiwa têngêné abad kapíng-4 Masèhi.
Ing Nusantårå patilasan sajarah arupå prasasti Yupå saka Kutai, Kalimantan Wétan tinulis nganggo aksårå Pallawa.
Aksårå Pallawa iki dadi babóné kabèh aksårå Nusantårå, antarané aksårå Hånåcåråkå ugå aksårå Réncóng (aksara Kaganga), Surat Batak, aksara Makassar lan aksara Baybayin (aksarané saka Filipina).
Professor J.G. de Casparis, yaiku pakar paléografi utåwå ahli ngèlmu sajarah aksårå misuwúr såkå Walåndå mérang sajarah tuwuhíng aksårå Hånåcåråkå ing limang mångså utåmå:
Ing anak bawånå Indhia iku akèh rupa-rupaníng aksårå. Salah sijiníng aksårå síng wigati iku aksara Pallawa saka Indhia sisih kidúl.
Aksårå iki inaranan mêngkéné miturút jênêngé salah siji karatón ing Indhia kidúl yaiku Karajan Pallawa.
Aksårå Pallawa iki digunakaké ing kiwa têngêné abad kapíng-4 Masèhi.
Ing Nusantårå patilasan sajarah arupå prasasti Yupå saka Kutai, Kalimantan Wétan tinulis nganggo aksårå Pallawa.
Aksårå Pallawa iki dadi babóné kabèh aksårå Nusantårå, antarané aksårå Hånåcåråkå ugå aksårå Réncóng (aksara Kaganga), Surat Batak, aksara Makassar lan aksara Baybayin (aksarané saka Filipina).
Professor J.G. de Casparis, yaiku pakar paléografi utåwå ahli ngèlmu sajarah aksårå misuwúr såkå Walåndå mérang sajarah tuwuhíng aksårå Hånåcåråkå ing limang mångså utåmå:
1. Aksårå Pallawa
2. Aksårå Kawi Wiwitan
3. Aksårå Kawi Pungkasan
4. Aksårå Måjåpait
5. Aksårå Pasca-Majåpåit utawa Hånåcåråkå
Aksårå Pallawa iki digunakaké ing Nusantårå såkå abad kapíng 4 nganti kurang luwíh abad kapíng 8.
Banjúr aksårå Kawi Wiwitan diênggo såkå abad kapíng 8 nganti abad kapíng 10 utamané ing Jawa Têngah.
Aksara Kawi Pungkasan digunakaké sawisé abad kapíng 10 nganti kirå-kirå abad kapíng 13 ing Jåwå Wétan.
Banjúr aksårå Måjåpait iku digunakaké ing Jåwå Wétan nalikå jaman Måjåpait.
Banjúr sawisé karajan Måjåpait binêdhah, muncúl aksara Hånåcåråkå modhèrn síng ugå kêrêp diarani aksårå Jåwå.
Aksårå ini banjúr dadi kanggo ing saubêngíng Tanah Jawa, Tatar Sundhå, Madurå, lan Bali.
Kabèh-kabèh aksårå iki dadi sakêlómpók lan isíh sakêrabat.
Nangíng sajatiné ugå ånå aksårå liyané ing tanah Jåwå síng luwíh lawas lan isíh diênggo.
Aksårå iki jênêngé dadi aksara Budå.
Banjúr aksårå Kawi Wiwitan diênggo såkå abad kapíng 8 nganti abad kapíng 10 utamané ing Jawa Têngah.
Aksara Kawi Pungkasan digunakaké sawisé abad kapíng 10 nganti kirå-kirå abad kapíng 13 ing Jåwå Wétan.
Banjúr aksårå Måjåpait iku digunakaké ing Jåwå Wétan nalikå jaman Måjåpait.
Banjúr sawisé karajan Måjåpait binêdhah, muncúl aksara Hånåcåråkå modhèrn síng ugå kêrêp diarani aksårå Jåwå.
Aksårå ini banjúr dadi kanggo ing saubêngíng Tanah Jawa, Tatar Sundhå, Madurå, lan Bali.
Kabèh-kabèh aksårå iki dadi sakêlómpók lan isíh sakêrabat.
Nangíng sajatiné ugå ånå aksårå liyané ing tanah Jåwå síng luwíh lawas lan isíh diênggo.
Aksårå iki jênêngé dadi aksara Budå.
Aksårå Hånåcåråkå banjúr déníng wóng-wóng Eropah digawèkaké vèrsi aksårå céthak ing abad kapíng 19.
silahkan anda Copy paste artikel diatas tapi kalau anda tidak keberatan cantumkan sumber dengan linkback ke blog ini. terimakasih....!!!
Sejarah Hånåcåråkå
Aksårå Hånåcåråkå.
Aksårå Hånåcåråkå ( utåwå ) iku sarupaníng aksårå síng kaanggo ing Tanah Jåwå lan saubêngé kåyå tå ing Madurå, Bali, Lómbók lan ugå Tatar Sundhå.
Aksårå Hånåcåråkå iku ugå diarani aksårå Jåwå nangíng sajatiné ukårå iki kurang srêg amargå aksårå Jåwå iku warnané akèh saliyané iku aksårå iki ora namúng diênggo nulís båså Jåwå waé.
Aksårå iki uga diênggo nulís båså Sangskrêta, båså Arab, båså Bali, båså Sundhå, basa Madurå, båså Sasak lan ugå båså Mêlayu.
Nangíng ing artikêl iki ukårå Hånåcåråkå lan aksårå Jåwå diênggo loro-loroné lan yèn ånå ukårå aksårå Jåwå síng dirujúk iku aksårå Hånåcåråkå.
Aksårå Hånåcåråkå kagólóng aksårå jinis abugida utåwå hibridha antårå aksårå silabik lan aksårå alfabèt.
Aksårå silabik iki têgêsé yèn sabên aksårå ugå nyandhang sawijiníng swårå. Hanacaraka kalêbu kulåwargå aksårå Brahmi síng asalé såkå Tanah Hindhústan.
Yèn bêntúké, aksårå Hånåcåråkå ånå wís kåyå saiki wiwít minimal abad kapíng 17.
Aksårå Hånåcåråkå iki jênêngé dijupúk såkå limang aksårå wiwitané.
Étimologi lan lêgèndha asalAksårå Hånåcåråkå jênêngé dijupúk såkå urutan limang aksårå wiwítan iki síng uniné "hånå cåråkå".
Urutan dhasar aksårå Jåwå nglêgêna iki cacahé ånå róngpulúh lan nglambangaké kabèh foném båså Jåwå.
Urutan aksårå iki kåyå mêngkéné:
hå nå cå rå kå
då tå så wå lå
på dhå jå yå nyå
må gå bå thå ngåUrutan iki uga biså diwåcå dadi ukårå-ukårå:
"Hånå cåråkå" têgêsé "Ånå utusan""Dåtå såwålå" têgêsé "Pådhå garêjêgan"
"Pådhå jåyånyå" têgêsé "Pådhå digjayané"
"Mågå båthångå" têgêsé "Pådhå dadi bathang".
Urutan ukårå iki digawé miturút lêgèndha yèn aksårå Jåwå iku diastå déníng Aji Såkå såkå Tanah Hindhústan mênyang Tanah Jåwå.
Banjúr Aji Såkå ngarang urutan aksårå kåyå mêngkéné kanggo mèngêti róng pånåkawané síng sêtyå nganti pati: Dorå lan Sêmbådå.
Loroné mati amêrgå ora bisa mbúktèkaké dhawuhé sang ratu.
Mulå Aji Såkå banjúr nyiptakaké aksårå Hånåcåråkå supåyå biså kanggo nulís layang.
Caritané kåyå mêngkéné:
Kacaritå ing jaman mbiyèn ånå wóng såkå Tanah Hindhústan anóm jênêngé Aji Såkå.
Dhèwèké putrané ratu, nangíng kêpéngín dadi pandhitå síng pintêr.
Kasênêngané mulang kawrúh rupå-rupå. Dhèwèké banjúr péngín lunga mêncaraké ngèlmu kawruh ing Tanah Jåwå.
Banjúr anuju sawijiníng dinå Aji Såkå sidå mangkat mênyang Tanah Jåwå, karo abdiné papat síng jênêngé Dugå, Prayogå, Dorå lan Sambådå. Barêng têkan ing Pulo Majêthi pådhå lèrèn.
Aji Såkå banjúr nilar abdiné loro; Dorå lan Sambådå ing púlo iku.
Déné Aji Såkå karo Dugå lan Prayogå arêp njajah Tanah Jåwå dhisík.
Dorå lan Sambådå diwêlíng orå olèh lungå såkå kono. Saliyané iku abdi loro wau dipasrahi kêrís pusakané, didhawuhi ngrêkså, ora olèh diêlúngaké marang såpå-såpå.
Aji Såkå banjúr tindak karo abdiné loro mênyang ing Tanah Jåwå. Njujúg ing nêgårå Mêndhang Kamolan.
Síng jumênêng ratu ing kono ajêjulúk Prabu Déwåtå Cêngkar. Sang prabu iku sênêngané dhahar dagingé wóng. Kawulané akèh síng pådhå wêdi banjúr pådhå ngalíh mênyang nêgara liya. Patihé ngaran Kyai Tênggêr.
Kacarita Aji Såkå ånå ing Mêndhang Kamolan jumênêng guru, wóng-wóng pådhå mlêbu dadi siswané.
Pårå siswané pådhå trêsna marang Aji Såkå amêrga dhèwèké sênêng têtulúng.
Nalika sêmana Aji Såkå móndhók nèng omahé nyai råndhå Sêngkêran dipèk anak karo nyai råndhå.
Kyai patíh karo nyai råndhå iyå wís dadi siswané Aji Såkå.
Anuju sawijiníng dinå sang prabu Déwåtå Cêngkar dukå bangêt ora wóng manèh síng biså didhahar.
Aji Såkå banjúr sagúh dicaósaké sang nåtå dadi dhaharané.
Sang nyai råndhå lan patíh dadi kagèt bangêt.
Nangíng Aji Såkå cêlathu yèn wóng loro iku ora usah kuwatír yèn dhèwèké ora bakal mati.
Banjúr Aji Såkå diatêraké ngadhêp prabu Déwata Cêngkar.
Prabu Déwåtå Cêngkar yå rumångså éman lan kêrså ngangkat Aji Såkå dadi priyayi, nangíng Aji Såkå ora gêlêm. Ånå siji panyuwuné, yåiku nyuwún lêmah saikêt jêmbaré. Síng ngukúr kudu sång prabu dhéwé.
Sang prabu Déwåtå Cêngkar iyå banjúr nglilani.
Nuli wiwít ngukúr lêmah diastå dhéwé.
Ikêté Aji Såkå dijèrèng. Ikêté tansah mulúr baé, dadi åmbå sêrtå dåwå. Iya dituti waé déníng sang prabu.
Nganti nótóg ing sêgårå kidúl. Barêng wís mèpèd ing pinggír sêgårå, ikêté dikêbútaké.
Déwåtå Cêngkar katút mlêsat kêcêmplúng ing sêgårå.
Malíh dadi båyå putíh, ngratóni saisiníng sêgårå kidúl.
Wóng-wóng ing Mêndhang Kamolan pådhå bungah.
Awít ratuné síng diwêdèni wís sírnå.
Sêka panyuwuné wóng akèh. Aji Saka nggantèni jumênêng ratu ånå ing nêgårå Mêndhang Kamolan ajêjulúk Prabu Jåkå, iya prabu Widåyåkå.
Déné patihé isíh lêstari kyai patíh Tênggêr. Si Dugå lan si Prayogå didadèkaké bupati, ngarané tumênggúng Dudugå lan tumênggung Prayogå.
Sang prabu Jåkå, iyå sang prabu Widåyåkå nimbali si Dorå lan si Sambadå.
Kacarita sang prabu Widåyåka, pinuju miyós siniwåkå. Diadhêp kyai patíh sartå pårå bupati. Sang prabu kèngêtan abdiné síng didhawuhi ngrêkså pusåkå kêrís ånå ing Pulo Majêthi.
Ndangu marang Dudugå lan Prayogå kêpriyé wartané si Dorå lan si Sêmbådå. Prayogå lan Dudugå ora bisa mangsuli awit wís suwé ora krungu åpå-åpå.
Kacarita si Dorå lan si Sambådå sing kari ånå ing Pulo Majêthi.
Wóng loro iku wís pådhå krungu pawårtå manåwå gústiné wís jumênêng ratu ånå ríng Mêndhang Kamolan.
Si Dorå ngajak sowan nangíng si Sambådå ora gêlêm awít wêdi nêrak wêwalêré gústiné, ora parêng lungå-lungå sêkå pulo Majêthi, yèn ora tinimbalan.
Nangíng si Dorå nékad arêp sowan dhéwé.
Si Sambådå ditilapaké. Banjúr mangkat ijèn waé.
Ånå ing dalan si Dorå kapêthúk karo tumênggúng Dudugå lan Prayogå. Utusan loro mau banjúr diajak bali déníng si Dorå.
Awit si Sambadå dijak ora gêlêm.
Wóng têlu banjúr sowan ing ngarsané sang prabu.
Sang Prabu ndangu si Sêmbådå ånå ing ngêndi lan diwangsuli yèn dhèwèké ora gêlêm diajak.
Mirêng aturé si Dorå, sang prabu dukå bangêt, lali dhawuhé dhéwé mbiyèn.
Banjúr Dorå, didhawuhi bali mênyang pulo Majêthi lan nimbali si Sambådå.
Yèn mêkså ora gêlêm didhawuhi dirampungi lan kêrisé dibalèkaké.
Dorå sanalikå mangkat. Ing pulo Majêthi kêtêmu karo Sêmbådå. Kåndhå yèn mêntas sowan gústiné.
Saiki diutús nimbali si Sambådå. Pusåkå kêrís didhawuhi nggåwå.
Nangíng si Sambådå ora ngandêl marang kandhané si Dorå. Banjúr pådhå padu ramé.
Suwé-suwé pådhå kêkêrêngan, dêdrêg ora ånå síng kalah, awít pådhå digdayané.
Wasånå banjúr pådhå nganggo gaman kêrís pådha gênti nyudúk. Wêkasan pêrangé sampyúh.
Si Dorå lan si Sambådå pådhå mati kabèh.
Sang Prabu ngarêp-arêp têkané si Dorå. Wís sawêtårå suwéné têkå durúng sowan-sowan mångkå didhawuhi énggal bali.
Sang prabu nimbali tumênggúng Dudugå lån Pråyogå. Didhawuhi nusul si Dorå mênyang pulo Majêthi.
Sanalikå banjúr mangkat.
Barêng Dudugå lan Prayogå wís têkå ing pulo mau, kagèt bangêt déné si Dorå lan si Sambådå kêtêmu wís pådhå mati kabèh.
Tilasé mêntas pådhå kêkêrangan pådhå tatu kênå ing gaman. Pusåkå kêrís síng dadi rêrêksan gumléthak ånå ing sandhingé.
Pusåkå banjúr dijupuk arêp diatúraké marang gústiné.
Dudugå lan Prayogå banjúr bali sowan ing ngarsané gústiné lan mratélaké kahanané.
Sang Prabu Widåyåkå kagèt bangêt mirêng pawarané, awít pancèn kaluputané dhéwé wís kêsupèn pandhawuhé.
Banjúr sang prabu nganggít aksårå Jåwå nglêgêna kanggo mèngêti abdiné loro iku.
silahkan anda Copy paste artikel diatas tapi kalau anda tidak keberatan cantumkan sumber dengan linkback ke blog ini. terimakasih....!!!
Kapercayan Katuhanan
Pitudúh : # 1
Pangéran Kang Måhå Kuwåså (Gusti Allah, Tuhan) iku siji, angliputi ing ngêndi papan, langgêng, síng nganakaké jagad iki saisiné, dadi sêsêmbahan wóng saalam donyå kabèh, panêmbahan nganggo carané dhéwé-dhéwé. Pitudúh : # 2Pangéran Kang Måhå Kuwåså iku anglimput ånå ing ngêndi papan, anèng sira ugå ånå Pangéran (maksudé : tajaliné Kang Múrbèng Dumadi). Pitudúh : # 3Pangéran iki Måhå Kuwåså, pêpêsthèn såkå karsaning Pangéran ora ånå síng biså murúngaké.
Pitudúh : # 4
Pangéran iku nitahaké sirå lantaran båpå lan biyúngirå, mulå kudu sirå ngurmati marang båpå lan biyúngirå.
Pitudúh : # 5
Ing donyå iki ånå róng warnå síng diarani bêbênêr, yakuwi bênêr mungguhíng Pangéran lan bênêr såkå kang lagi kuwåså. Pitudúh : # 6Kêtêmu Gusti (Pangéran) iku lamún sira tansah élíng. Pitudúh : # 7Cåkrå manggilingan (uríp iku ibaraté rodhå kang tansah mubêng). Pitudúh : # 8Åjå sirå wani-wani ngaku Pangéran, sênadyan kawrúhira wís tumêka "Ngadêg Sarirå Tunggal" utåwå bisa mêngêrtèni "Manunggaling Kawulå Gusti".Pitudúh : # 9Åjå ndisiki kêrså. Wêwalêr : # 10
Åjå sirå wani marang wóng tuwanira, jalaran sirå bakal kênå bêndhu såkå Kang Múrbèng Dumadi. Wêwalêr : # 11Åjå múng kèlingan lan migatèkaké barang kang katón baé, sêbab kang katón gumêlar iki anané malah ora langgêng. Wêwalêr : # 12Åjå darbé pangirå yèn lêlêmbút iku mêsthi alané, jalaran síng apik iyå ånå, síng ålå iyå ånå, ora bédå karo manungså. Wêwalêr : # 13Åjå lali sabên ari (dinå) éling marang Pangéranira, jalaran sêjatiné sirå iku tansah katunggón Pangéranirå.
Pangéran Kang Måhå Kuwåså (Gusti Allah, Tuhan) iku siji, angliputi ing ngêndi papan, langgêng, síng nganakaké jagad iki saisiné, dadi sêsêmbahan wóng saalam donyå kabèh, panêmbahan nganggo carané dhéwé-dhéwé. Pitudúh : # 2Pangéran Kang Måhå Kuwåså iku anglimput ånå ing ngêndi papan, anèng sira ugå ånå Pangéran (maksudé : tajaliné Kang Múrbèng Dumadi). Pitudúh : # 3Pangéran iki Måhå Kuwåså, pêpêsthèn såkå karsaning Pangéran ora ånå síng biså murúngaké.
Pitudúh : # 4
Pangéran iku nitahaké sirå lantaran båpå lan biyúngirå, mulå kudu sirå ngurmati marang båpå lan biyúngirå.
Pitudúh : # 5
Ing donyå iki ånå róng warnå síng diarani bêbênêr, yakuwi bênêr mungguhíng Pangéran lan bênêr såkå kang lagi kuwåså. Pitudúh : # 6Kêtêmu Gusti (Pangéran) iku lamún sira tansah élíng. Pitudúh : # 7Cåkrå manggilingan (uríp iku ibaraté rodhå kang tansah mubêng). Pitudúh : # 8Åjå sirå wani-wani ngaku Pangéran, sênadyan kawrúhira wís tumêka "Ngadêg Sarirå Tunggal" utåwå bisa mêngêrtèni "Manunggaling Kawulå Gusti".Pitudúh : # 9Åjå ndisiki kêrså. Wêwalêr : # 10
Åjå sirå wani marang wóng tuwanira, jalaran sirå bakal kênå bêndhu såkå Kang Múrbèng Dumadi. Wêwalêr : # 11Åjå múng kèlingan lan migatèkaké barang kang katón baé, sêbab kang katón gumêlar iki anané malah ora langgêng. Wêwalêr : # 12Åjå darbé pangirå yèn lêlêmbút iku mêsthi alané, jalaran síng apik iyå ånå, síng ålå iyå ånå, ora bédå karo manungså. Wêwalêr : # 13Åjå lali sabên ari (dinå) éling marang Pangéranira, jalaran sêjatiné sirå iku tansah katunggón Pangéranirå.
silahkan anda Copy paste artikel diatas tapi kalau anda tidak keberatan cantumkan sumber dengan linkback ke blog ini. terimakasih....!!!
Kautamaning Batin
Pitudúh : # 14
Kahanan donyå iku ora langgêng, mulå åjå ngêgungaké kasugihan lan drajadira, awít samångså wolak-walikíng jaman ora kisinan.
Pitudúh : # 15
Kahanan kang ånå iki ora suwé mêsthi ngalami owah gingsír, mulå åjå lali marang sapådhå-padhaníng tumitah.
Pitudúh : # 16
Síng såpå sênêng ngrusak katêntrêmaníng liyan bakal dibêndhu déning Pangéran lan diwêlèhaké déning tumindaké dhéwé.
Pitudúh : # 17
Watakíng manungså iku kêpingín kuwåså, nangíng Pangéran iku bakal maríngaké panguwåså miturút kêrsané Pangéran pribadi.
Pitudúh : # 18
Janmå iku tan kênå kinåyå ngåpå, mulå sirå åjå sênêng ngaku lan rumangsa pintêr dhéwé.
Pitudúh : # 19
Ramé ing gawé sêpi ing pamrih, mêmayu hayuníng bawånå.
Pitudúh : # 20
Manungså sadêrmå nglakóni, kadyå wayang saupamané. Pitudúh : # 21 Mulat sarirå, tansah élíng lan waspådå.
Pitudúh : # 22
Sabêgjå-bêgjané kang lali, luwih bêgjå kang élíng klawan waspådå.
Pitudúh : # 23
Síng såpå salah sèlèh, lan mélík nggéndhóng lali.
Pitudúh : # 24
Nglurúg tanpå bålå, sugíh ora nyimpên, sêkti tånpå maguru, lan mênang tanpå ngasóraké.Pitudúh : # 25 Yèn sirå dibêciki liyan tulisên ing watu supåyå ora ilang lan tansah kèlingan, yèn sirå gawé kabêcikan marang liyan tulisên ing lêmah, supåyå énggal ilang lan ora kèlingan.
Pitudúh : # 26
Síng sênêng gawé nêlangsané liyan iku ing têmbé bakal kênå piwalês såkå panggawéné dhéwé.
Pitudúh : # 27
Lamún sirå múng sênêng dialêm baé, ing têmbé kêtêmu bab-bab kang kurang prayogå.Pitudúh : # 28 Wani ngalah luhúr wêkasané.
Wêwalêr : # 29
Åjå sênêng gawé rusakíng liyan, jalaran sirå bakal kênå siku dhêndhaning Guru Sêjatinirå.
Wêwalêr : # 30
Åjå sira nyacad piyandêling liyan, jalaran durúng mêsthi yèn piyandêlirå iku síng bênêr dhéwé.
Wêwalêr : # 31
Åjå lali marang kêbêcikan liyan.Wêwalêr : # 32 Åjå sirå dêgsurå, ngaku luwíh pintêr tinimbang séjéné.
Wêwalêr : # 33
Åjå rumangsa bênêr dhéwé, jalaran ing donya iki ora ånå síng bênêr dhéwé.Wêwalêr : # 34 Åjå wêdi kangèlan, jalaran uríp anèng donyå iku pancèn angèl.
Wêwalêr : # 35
Åjå gawé sêrík atining liyan lan åjå golèk mungsúh.Wêwalêr : # 36 Åjå sirå mulang gêthing marang liyan, jalaran iku bakal nandúr cêcongkrahan kang ora ånå uwis-uwisé.
Wêwalêr : # 37
Åjå ngumbar håwå napsu lan åjå mélík darbèkíng liyan, mundhak sêngsårå uripé.
Kahanan donyå iku ora langgêng, mulå åjå ngêgungaké kasugihan lan drajadira, awít samångså wolak-walikíng jaman ora kisinan.
Pitudúh : # 15
Kahanan kang ånå iki ora suwé mêsthi ngalami owah gingsír, mulå åjå lali marang sapådhå-padhaníng tumitah.
Pitudúh : # 16
Síng såpå sênêng ngrusak katêntrêmaníng liyan bakal dibêndhu déning Pangéran lan diwêlèhaké déning tumindaké dhéwé.
Pitudúh : # 17
Watakíng manungså iku kêpingín kuwåså, nangíng Pangéran iku bakal maríngaké panguwåså miturút kêrsané Pangéran pribadi.
Pitudúh : # 18
Janmå iku tan kênå kinåyå ngåpå, mulå sirå åjå sênêng ngaku lan rumangsa pintêr dhéwé.
Pitudúh : # 19
Ramé ing gawé sêpi ing pamrih, mêmayu hayuníng bawånå.
Pitudúh : # 20
Manungså sadêrmå nglakóni, kadyå wayang saupamané. Pitudúh : # 21 Mulat sarirå, tansah élíng lan waspådå.
Pitudúh : # 22
Sabêgjå-bêgjané kang lali, luwih bêgjå kang élíng klawan waspådå.
Pitudúh : # 23
Síng såpå salah sèlèh, lan mélík nggéndhóng lali.
Pitudúh : # 24
Nglurúg tanpå bålå, sugíh ora nyimpên, sêkti tånpå maguru, lan mênang tanpå ngasóraké.Pitudúh : # 25 Yèn sirå dibêciki liyan tulisên ing watu supåyå ora ilang lan tansah kèlingan, yèn sirå gawé kabêcikan marang liyan tulisên ing lêmah, supåyå énggal ilang lan ora kèlingan.
Pitudúh : # 26
Síng sênêng gawé nêlangsané liyan iku ing têmbé bakal kênå piwalês såkå panggawéné dhéwé.
Pitudúh : # 27
Lamún sirå múng sênêng dialêm baé, ing têmbé kêtêmu bab-bab kang kurang prayogå.Pitudúh : # 28 Wani ngalah luhúr wêkasané.
Wêwalêr : # 29
Åjå sênêng gawé rusakíng liyan, jalaran sirå bakal kênå siku dhêndhaning Guru Sêjatinirå.
Wêwalêr : # 30
Åjå sira nyacad piyandêling liyan, jalaran durúng mêsthi yèn piyandêlirå iku síng bênêr dhéwé.
Wêwalêr : # 31
Åjå lali marang kêbêcikan liyan.Wêwalêr : # 32 Åjå sirå dêgsurå, ngaku luwíh pintêr tinimbang séjéné.
Wêwalêr : # 33
Åjå rumangsa bênêr dhéwé, jalaran ing donya iki ora ånå síng bênêr dhéwé.Wêwalêr : # 34 Åjå wêdi kangèlan, jalaran uríp anèng donyå iku pancèn angèl.
Wêwalêr : # 35
Åjå gawé sêrík atining liyan lan åjå golèk mungsúh.Wêwalêr : # 36 Åjå sirå mulang gêthing marang liyan, jalaran iku bakal nandúr cêcongkrahan kang ora ånå uwis-uwisé.
Wêwalêr : # 37
Åjå ngumbar håwå napsu lan åjå mélík darbèkíng liyan, mundhak sêngsårå uripé.
silahkan anda Copy paste artikel diatas tapi kalau anda tidak keberatan cantumkan sumber dengan linkback ke blog ini. terimakasih....!!!
Laku Budi Utåmå
Pitudúh : # 38
Ålå lan bêcík iku dumunúng ånå awaké dhéwé, mélík nggéndhóng lali, ngundhúh wóhíng pakarti.
Pitudúh : # 39
Síng såpå lali marang kabêcikan liyan, iku kåyå kéwan.
Pitudúh : # 40
Ajiníng dhiri iku dumunúng ånå ing lathi lan budi.
Pitudúh : # 41
Yitnå yuwånå, lénå kênå.Pitudúh : # 42 Ålå kêtårå, bêcík kêtitík.
Pitudúh : # 43
Klabang iku wisané ånå ing capité.
Kålåjêngkíng wisané múng ånå pucúk buntút (êntúp).
Yèn ulå mung dumunúng ånå untuné ulå kang duwé wiså.
Nangíng yèn durjånå wisané dumunúng ånå ing sakujúr badan.Pitudúh : # 44 Rawé-rawé rantas, malang-malang putúng.Pitudúh : # 45 Mumpúng ênóm ngudiyå laku utåmå.Pitudúh : # 46 Síng prasåjå, pêrcåyå marang dhiri pribadi.Pitudúh : # 47Ngèlmu pari, såyå isi såyå tumungkúl.
Pitudúh : # 48
Wóng mati iku bandhané ora digåwå.
Pitudúh : # 49
Wóng iku kudu ngudi kabêcikan, jalaran kabêcikan iku sanguníng uríp.Pitudúh : # 50 Wóng kang ora gêlêm ngudi kabêcikan iku prasasat sétan. Pitudúh : # 51 Wóng linuwíh iku ambêg wêlasan lan sugíh pangapurå.
Pitudúh : # 52
Pêrang tumrap awaké dhéwé iku pambudidåyå murih bisa mèpèr håwå nêpsu.
Pitudúh : # 53
Ngèlmu iku kêlakóné kanthi laku, sênajan akèh ngèlmuné lamún ora ditangkaraké lan ora digunakaké, ngèlmu iku tanpå gunå.Pitudúh : # 54 Turutên pituturé wóng tuwå.
Pitudúh : # 55
Wóng kang ora wêrúh tåtåkråmå udånagårå (unggah-ungguh), iku pådhå karo ora biså ngrasakaké råså nêm warnå (lêgi, kêcút, asín, pêdhês, sêpêt, lan pait).
Pitudúh : # 56
Wóng pintêr nangíng ålå tumindaké, sênêngé karo wóng ålå.
Pitudúh : # 57
Wóng linuwíh iku kudu biså ngêpèk ati lan ngêpénakaké atiné liyan. Yèn kumpúl karo mitrå kudu biså ngêtrapaké têmbúng kang manís kang pêdhês, sêpêt,bisa gawé sênêngíng ati. Yèn kumpúl pandhitå kudu biså ngómóngaké têmbúng kang bêcík. Yèn ånå sangarêpíng mungsúh kudu biså ngatónaké kuwåså pangaribåwå kaluwihané.Wêwalêr : # 58 Åjå panastèn lan åjå sênêng gawé gêndrå, jalaran gawé gêndrå iku sipatíng dhêmít.
Wêwalêr : # 59
Åjå sênêng yèn dèn alêm, åjå sêngit yèn dèn cacad.Wêwalêr : # 60 Åjå lali piwulang bêcík.
Ålå lan bêcík iku dumunúng ånå awaké dhéwé, mélík nggéndhóng lali, ngundhúh wóhíng pakarti.
Pitudúh : # 39
Síng såpå lali marang kabêcikan liyan, iku kåyå kéwan.
Pitudúh : # 40
Ajiníng dhiri iku dumunúng ånå ing lathi lan budi.
Pitudúh : # 41
Yitnå yuwånå, lénå kênå.Pitudúh : # 42 Ålå kêtårå, bêcík kêtitík.
Pitudúh : # 43
Klabang iku wisané ånå ing capité.
Kålåjêngkíng wisané múng ånå pucúk buntút (êntúp).
Yèn ulå mung dumunúng ånå untuné ulå kang duwé wiså.
Nangíng yèn durjånå wisané dumunúng ånå ing sakujúr badan.Pitudúh : # 44 Rawé-rawé rantas, malang-malang putúng.Pitudúh : # 45 Mumpúng ênóm ngudiyå laku utåmå.Pitudúh : # 46 Síng prasåjå, pêrcåyå marang dhiri pribadi.Pitudúh : # 47Ngèlmu pari, såyå isi såyå tumungkúl.
Pitudúh : # 48
Wóng mati iku bandhané ora digåwå.
Pitudúh : # 49
Wóng iku kudu ngudi kabêcikan, jalaran kabêcikan iku sanguníng uríp.Pitudúh : # 50 Wóng kang ora gêlêm ngudi kabêcikan iku prasasat sétan. Pitudúh : # 51 Wóng linuwíh iku ambêg wêlasan lan sugíh pangapurå.
Pitudúh : # 52
Pêrang tumrap awaké dhéwé iku pambudidåyå murih bisa mèpèr håwå nêpsu.
Pitudúh : # 53
Ngèlmu iku kêlakóné kanthi laku, sênajan akèh ngèlmuné lamún ora ditangkaraké lan ora digunakaké, ngèlmu iku tanpå gunå.Pitudúh : # 54 Turutên pituturé wóng tuwå.
Pitudúh : # 55
Wóng kang ora wêrúh tåtåkråmå udånagårå (unggah-ungguh), iku pådhå karo ora biså ngrasakaké råså nêm warnå (lêgi, kêcút, asín, pêdhês, sêpêt, lan pait).
Pitudúh : # 56
Wóng pintêr nangíng ålå tumindaké, sênêngé karo wóng ålå.
Pitudúh : # 57
Wóng linuwíh iku kudu biså ngêpèk ati lan ngêpénakaké atiné liyan. Yèn kumpúl karo mitrå kudu biså ngêtrapaké têmbúng kang manís kang pêdhês, sêpêt,bisa gawé sênêngíng ati. Yèn kumpúl pandhitå kudu biså ngómóngaké têmbúng kang bêcík. Yèn ånå sangarêpíng mungsúh kudu biså ngatónaké kuwåså pangaribåwå kaluwihané.Wêwalêr : # 58 Åjå panastèn lan åjå sênêng gawé gêndrå, jalaran gawé gêndrå iku sipatíng dhêmít.
Wêwalêr : # 59
Åjå sênêng yèn dèn alêm, åjå sêngit yèn dèn cacad.Wêwalêr : # 60 Åjå lali piwulang bêcík.
silahkan anda Copy paste artikel diatas tapi kalau anda tidak keberatan cantumkan sumber dengan linkback ke blog ini. terimakasih....!!!
kebangsaan
Pitudúh : # 61
Bångså iku minångkå sarånå kuwatíng nagårå, mula åjå nglírwakaké kabangsanirå pribadi supåyå antúk kanugrahan adêgíng bangsa kang "Andånå Waríh" Pitudúh : # 62 Nêgårå iku ora gunå lamún ora duwé anggêr-anggêr minångkå pikukuhíng nêgårå kang adhêdhasar isi kalbuné mênungså salumahíng nêgårå kuwi. Pitudúh : # 63 Kang bêcík iku lamún ngêrti anané sêsantiné ngabdi bêbrayan agúng : "Ing Ngarså Asúng Tulådhå, Ing Madyå Amangún Karså, Tút Wuri Handayani".
Pitudúh : # 64
Nêgårå kita biså têntrêm lamún murah sandhang klawan pangan, margå pårå kawulå pådhå sênêng nyambút gawé, lan ånå panguwåså kang darbé watak "Bêr budi båwå laksånå”.
Pitudúh : # 65
Wadyåbålå pamóng pråjå kang sênêng marang kawulå alít iku dadi sênêngané pårå kawulå sajroníng pråjå lan bisa gawé kukúh sartå dadi tamèngíng nagårå. Pitudúh : # 66 Pårå mudhå åjå ngungkúraké ngudi kawrúh kang nyåtå amríh biså kinaryå kuwatíng nagårå, unggulíng bångså, lan biså gawé rahayuníng sasåmå.
Pitudúh : # 67
Panguwåså pamóngé nêgårå iku kudu biså gawé têntrêm pårå kawulané, amargå yèn ora mangkono biså kadadéyan pårå kawulå ngrêbút panguwasaníng nêgårå. Pitudúh : # 68 Nêgårå kuwat iku margå kawulané sênêng uripé lan disujudi déníng liyå nêgårå. Pitudúh : # 69 Lamún sirå dadi wadyåbålå pamóngíng nagårå, åjå sirå dhêmên kuwåså dhéwé. Jalaran yèn sirå wís ora kasinungan panguwåså manèh, ing têmbé bakal ndadèkaké ora kajèníng awakirå ing têngahíng bêbrayan. Ngélingånå yèn sêjatiné isíh ånå wóng kang biså ngalahaké sirå ing babakan åpå baé.
Pitudúh : # 70
Déné síng mêngku nagårå ora darbé watak "Bêr budi båwå lêksånå". Iku biså njalari wadyabålå kang dadi têtungguling prajurít nêgårå kuwi ora sujúd manèh lan biså ugå kêpingín ngrêbút panguwasaníng nêgårå.
Pitudúh : # 71
Yèn wóng bêcík kang kuwåså, kabèh kang ålå didandani lamún kênå, déné yèn ora kênå disingkíraké mundhak nulari (cuplak andhêng-andhêng).
Pitudúh : # 72
Pêrang iku bêcík lamún tujuwané nggayúh kamardikaníng nagårå lan bangsané, lan pêrang iku ålå lamún kanggo njarah rayah darbèkíng liyan. Pitudúh : # 73 Wóng ålå yèn bisa kuwåså, kang ålå iku diarani bêcík. Kósókbaliné yèn wóng bêcík kang kuwasa, kang bêcík iku kang ditindakaké.
Pitudúh : # 74
Wajibíng warganíng nagårå iku kudu biså rumångså mèlu handarbèni, wajíb mèlu hanggóndhèli. Mulat sarirå hangråså wani.
Wêwalêr : # 75
Åjå sênêng yèn lagi darbé panguwåså, sêrík yèn lagi ora darbé panguwåså. jalaran kuwi-kuwi ånå bêbêndhuné dhéwé-dhéwé. Wêwalêr : # 76 Åjå múng kêpingín mênangé dhéwé kang biså marèkaké crahíng nagårå lan bångså, kudu sênêng rêrêmbugan njågå katêntrêman lahír batín.
Bångså iku minångkå sarånå kuwatíng nagårå, mula åjå nglírwakaké kabangsanirå pribadi supåyå antúk kanugrahan adêgíng bangsa kang "Andånå Waríh" Pitudúh : # 62 Nêgårå iku ora gunå lamún ora duwé anggêr-anggêr minångkå pikukuhíng nêgårå kang adhêdhasar isi kalbuné mênungså salumahíng nêgårå kuwi. Pitudúh : # 63 Kang bêcík iku lamún ngêrti anané sêsantiné ngabdi bêbrayan agúng : "Ing Ngarså Asúng Tulådhå, Ing Madyå Amangún Karså, Tút Wuri Handayani".
Pitudúh : # 64
Nêgårå kita biså têntrêm lamún murah sandhang klawan pangan, margå pårå kawulå pådhå sênêng nyambút gawé, lan ånå panguwåså kang darbé watak "Bêr budi båwå laksånå”.
Pitudúh : # 65
Wadyåbålå pamóng pråjå kang sênêng marang kawulå alít iku dadi sênêngané pårå kawulå sajroníng pråjå lan bisa gawé kukúh sartå dadi tamèngíng nagårå. Pitudúh : # 66 Pårå mudhå åjå ngungkúraké ngudi kawrúh kang nyåtå amríh biså kinaryå kuwatíng nagårå, unggulíng bångså, lan biså gawé rahayuníng sasåmå.
Pitudúh : # 67
Panguwåså pamóngé nêgårå iku kudu biså gawé têntrêm pårå kawulané, amargå yèn ora mangkono biså kadadéyan pårå kawulå ngrêbút panguwasaníng nêgårå. Pitudúh : # 68 Nêgårå kuwat iku margå kawulané sênêng uripé lan disujudi déníng liyå nêgårå. Pitudúh : # 69 Lamún sirå dadi wadyåbålå pamóngíng nagårå, åjå sirå dhêmên kuwåså dhéwé. Jalaran yèn sirå wís ora kasinungan panguwåså manèh, ing têmbé bakal ndadèkaké ora kajèníng awakirå ing têngahíng bêbrayan. Ngélingånå yèn sêjatiné isíh ånå wóng kang biså ngalahaké sirå ing babakan åpå baé.
Pitudúh : # 70
Déné síng mêngku nagårå ora darbé watak "Bêr budi båwå lêksånå". Iku biså njalari wadyabålå kang dadi têtungguling prajurít nêgårå kuwi ora sujúd manèh lan biså ugå kêpingín ngrêbút panguwasaníng nêgårå.
Pitudúh : # 71
Yèn wóng bêcík kang kuwåså, kabèh kang ålå didandani lamún kênå, déné yèn ora kênå disingkíraké mundhak nulari (cuplak andhêng-andhêng).
Pitudúh : # 72
Pêrang iku bêcík lamún tujuwané nggayúh kamardikaníng nagårå lan bangsané, lan pêrang iku ålå lamún kanggo njarah rayah darbèkíng liyan. Pitudúh : # 73 Wóng ålå yèn bisa kuwåså, kang ålå iku diarani bêcík. Kósókbaliné yèn wóng bêcík kang kuwasa, kang bêcík iku kang ditindakaké.
Pitudúh : # 74
Wajibíng warganíng nagårå iku kudu biså rumångså mèlu handarbèni, wajíb mèlu hanggóndhèli. Mulat sarirå hangråså wani.
Wêwalêr : # 75
Åjå sênêng yèn lagi darbé panguwåså, sêrík yèn lagi ora darbé panguwåså. jalaran kuwi-kuwi ånå bêbêndhuné dhéwé-dhéwé. Wêwalêr : # 76 Åjå múng kêpingín mênangé dhéwé kang biså marèkaké crahíng nagårå lan bångså, kudu sênêng rêrêmbugan njågå katêntrêman lahír batín.
silahkan anda Copy paste artikel diatas tapi kalau anda tidak keberatan cantumkan sumber dengan linkback ke blog ini. terimakasih....!!!
Kakaluwargaan
Pitudúh : # 77
Båpå biyúng iku minångkå lantaran uríp ing ngalam donyå. Pitudúh : # 78 Síng såpå lali marang wóng tuwané prêsasat lali marang Pangérané, Ngabêktiyå marang wóng tuwå.
Pitudúh : # 79
Wóng tuwå kang ora ngudi kabêcikan sartå ora ngêrti marang udånagårå (trapsilå, unggah-ungguh) lan tåtå kråmå, kuwi sêjatiné dudu panutané putrå wayah. Pitudúh : # 80 Såpå síng sênêng uríp têtanggan, kalêbu janmå linuwíh.
Tånggå iku pêrlu dicêdaki nanging åjå ditrêsnani. Pitudúh : # 81 Paribasané tånggå iku pådhå karo båpå biyúng. Pitudúh : # 82 Tånggå kang ora bêcík atiné åjå dicêdhaki nangíng åjå dimungsuhi. Pitudúh : # 83 Sadumuk bathúk sanyari bumi ditóh pati.
(Unèn-unèn kanggo nggambaraké kasêtyané marang kulåwargå).
Pitudúh : # 84
Mikul dhuwúr mêndhêm jêro.
(Unèn-unèn kanggo nggambaraké bêktiné anak marang wóng tuwåné). Pitudúh : # 85 Anak iku minångkå têrusané wóng tuwå, ora ånå katrêsnan kang ngluwihi katrêsnané wóng tuwå marang anak.
Pitudúh : # 86
Trêsnå marang mantu iku pådhå baé trêsnå marang putrå, jalaran putu iku wóhíng katrêsnané putrå lan mantu.
Pitudúh : # 87
Sayojånå iku dóhé sêpulúh èwu dhêpå.
Swårå kang krungu nganti sayojånå, arumíng jênêng ngambar-ambar salumahíng bumi (dialêmbånå).
Pitudúh : # 88
Gólèk jodho åjå múng mburu éndahíng warnå, sênajan ayu utåwå bagús.
Wêwalêr : # 89
Åjå ngaku wóng tuwå lamun wóng tuwamu katón sugíh lan dhuwúr drajadé, jalaran pangkat lan bandhané wóng tuwamu iku mau bisa sirnå sadurungé sirå warisi.
Wêwalêr : # 90
Åjå gampang nyêpatani anak nganggo têmbúng kang ora prayogå, jalaran sêpatané wóng tuwå bisa numusi sartå bisa ngilangaké råså bêktiné anak marang wóng tuwané.
Wêwalêr : # 91
Åjå mènèhi jênêng marang anak síng kurang pantês, jalaran jênêng síng disandhang anak bakalé kagåwå nganti dêlahan (akhérat).
Båpå biyúng iku minångkå lantaran uríp ing ngalam donyå. Pitudúh : # 78 Síng såpå lali marang wóng tuwané prêsasat lali marang Pangérané, Ngabêktiyå marang wóng tuwå.
Pitudúh : # 79
Wóng tuwå kang ora ngudi kabêcikan sartå ora ngêrti marang udånagårå (trapsilå, unggah-ungguh) lan tåtå kråmå, kuwi sêjatiné dudu panutané putrå wayah. Pitudúh : # 80 Såpå síng sênêng uríp têtanggan, kalêbu janmå linuwíh.
Tånggå iku pêrlu dicêdaki nanging åjå ditrêsnani. Pitudúh : # 81 Paribasané tånggå iku pådhå karo båpå biyúng. Pitudúh : # 82 Tånggå kang ora bêcík atiné åjå dicêdhaki nangíng åjå dimungsuhi. Pitudúh : # 83 Sadumuk bathúk sanyari bumi ditóh pati.
(Unèn-unèn kanggo nggambaraké kasêtyané marang kulåwargå).
Pitudúh : # 84
Mikul dhuwúr mêndhêm jêro.
(Unèn-unèn kanggo nggambaraké bêktiné anak marang wóng tuwåné). Pitudúh : # 85 Anak iku minångkå têrusané wóng tuwå, ora ånå katrêsnan kang ngluwihi katrêsnané wóng tuwå marang anak.
Pitudúh : # 86
Trêsnå marang mantu iku pådhå baé trêsnå marang putrå, jalaran putu iku wóhíng katrêsnané putrå lan mantu.
Pitudúh : # 87
Sayojånå iku dóhé sêpulúh èwu dhêpå.
Swårå kang krungu nganti sayojånå, arumíng jênêng ngambar-ambar salumahíng bumi (dialêmbånå).
Pitudúh : # 88
Gólèk jodho åjå múng mburu éndahíng warnå, sênajan ayu utåwå bagús.
Wêwalêr : # 89
Åjå ngaku wóng tuwå lamun wóng tuwamu katón sugíh lan dhuwúr drajadé, jalaran pangkat lan bandhané wóng tuwamu iku mau bisa sirnå sadurungé sirå warisi.
Wêwalêr : # 90
Åjå gampang nyêpatani anak nganggo têmbúng kang ora prayogå, jalaran sêpatané wóng tuwå bisa numusi sartå bisa ngilangaké råså bêktiné anak marang wóng tuwané.
Wêwalêr : # 91
Åjå mènèhi jênêng marang anak síng kurang pantês, jalaran jênêng síng disandhang anak bakalé kagåwå nganti dêlahan (akhérat).
silahkan anda Copy paste artikel diatas tapi kalau anda tidak keberatan cantumkan sumber dengan linkback ke blog ini. terimakasih....!!!
kadonyan
Pitudúh : # 92
Båndhå kang rêsík iku båndhå kang såkå nyambút karyå lan såkå pamêtu séjéné kang ora ngrusakaké liyan.
Déné båndhå kang ora rêsík iku båndhå cólóngan utåwå såkå nêmu
duwèkíng liyan kang kawruhan síng duwé.
Pitudúh : # 93
Kadonyan kang ålå iku atêgês múng ngångså-ångså golèk båndhå donyå ora mikiraké kiwå têngêné, ugå ora mikiraké kahanan batín.
Pitudúh : # 94
Golèk båndhå iku samadyå baé, udinên katêntrêman njåbå njêro. Pitudúh : # 95 Båndhå iku anané múng anèng donyå, mula yèn mati ora digåwå.
Pitudúh : # 96
Wóng golèk kêmakmuran iku ora kalêbu ngoyak kadonyan.
Pitudúh : # 97
Båndhå iku gawé múlyå lan ugå gawé cilåkå.
Gawé múlya lamún såkå barang kang bêcík, gawé cilåkå lamún såkå barang kang ålå.
Pitudúh : # 98
Wóng uríp åjå tansah kêpingín båndhå baé, jalaran kasugihan iku ing samångså-mångså biså gawé cilåkå. Pitudúh : # 99 Síng såpå tansah ngêgúngaké pangkaté, wirang lamún ånå owahing jaman.
Síng såpå ngêgúngaké bandhané, wirang lamún sírnå bandhané.
Pitudúh : # 100
Dhèk jaman kunå pêrang iku rêbutan båndhå, nêgårå, lan mbóyóng putri. Nangíng jaman iku ilang barêng wís ngêrti mênåwå wanitå bóyóngan mau biså gawé ringkihíng nagårå.
Wêwalêr : # 101
Båndhå iku pêrlu nangíng åjå diumúk-umúkaké, drajad lan pangkat iku pêrlu, åjå dipamèr pamèraké, jalaran biså mlèsèdaké awaké dhéwé.
Wêwalêr : # 102
Åjå mélík darbèking liyan, margå rêbutan råjåbrånå lan wanita iku biså gawé congkrahíng pårå sujånå lan gawé nisthaníng ati.
Wêwalêr : # 103
Åjå sênêng mamèraké båndhå lan ngêgúngaké pangkat, sêbab båndhå biså lungå, drajad/pangkat bisa oncat. Wêwalêr : # 104 Åjå sênêng marang wóng kang ngujå håwå napsu margå akèh bandhané. Jalaran båndhå mau bisa gawé cilåkå amargå durúng mêsthi båndhå kang rêsík.
Båndhå kang rêsík iku båndhå kang såkå nyambút karyå lan såkå pamêtu séjéné kang ora ngrusakaké liyan.
Déné båndhå kang ora rêsík iku båndhå cólóngan utåwå såkå nêmu
duwèkíng liyan kang kawruhan síng duwé.
Pitudúh : # 93
Kadonyan kang ålå iku atêgês múng ngångså-ångså golèk båndhå donyå ora mikiraké kiwå têngêné, ugå ora mikiraké kahanan batín.
Pitudúh : # 94
Golèk båndhå iku samadyå baé, udinên katêntrêman njåbå njêro. Pitudúh : # 95 Båndhå iku anané múng anèng donyå, mula yèn mati ora digåwå.
Pitudúh : # 96
Wóng golèk kêmakmuran iku ora kalêbu ngoyak kadonyan.
Pitudúh : # 97
Båndhå iku gawé múlyå lan ugå gawé cilåkå.
Gawé múlya lamún såkå barang kang bêcík, gawé cilåkå lamún såkå barang kang ålå.
Pitudúh : # 98
Wóng uríp åjå tansah kêpingín båndhå baé, jalaran kasugihan iku ing samångså-mångså biså gawé cilåkå. Pitudúh : # 99 Síng såpå tansah ngêgúngaké pangkaté, wirang lamún ånå owahing jaman.
Síng såpå ngêgúngaké bandhané, wirang lamún sírnå bandhané.
Pitudúh : # 100
Dhèk jaman kunå pêrang iku rêbutan båndhå, nêgårå, lan mbóyóng putri. Nangíng jaman iku ilang barêng wís ngêrti mênåwå wanitå bóyóngan mau biså gawé ringkihíng nagårå.
Wêwalêr : # 101
Båndhå iku pêrlu nangíng åjå diumúk-umúkaké, drajad lan pangkat iku pêrlu, åjå dipamèr pamèraké, jalaran biså mlèsèdaké awaké dhéwé.
Wêwalêr : # 102
Åjå mélík darbèking liyan, margå rêbutan råjåbrånå lan wanita iku biså gawé congkrahíng pårå sujånå lan gawé nisthaníng ati.
Wêwalêr : # 103
Åjå sênêng mamèraké båndhå lan ngêgúngaké pangkat, sêbab båndhå biså lungå, drajad/pangkat bisa oncat. Wêwalêr : # 104 Åjå sênêng marang wóng kang ngujå håwå napsu margå akèh bandhané. Jalaran båndhå mau bisa gawé cilåkå amargå durúng mêsthi båndhå kang rêsík.
silahkan anda Copy paste artikel diatas tapi kalau anda tidak keberatan cantumkan sumber dengan linkback ke blog ini. terimakasih....!!!
memayu hayuning pribadi
Pitudúh : # 105 Ing samubarang gawé åjå sók wani mêsthèkaké, awít akèh lêlakón kang akèh bangêt sambékalané síng ora biså dinuga tumibané. Jêr
kåyå uniné pêpèngêt, "Mênåwå manungså iku pancèn wajíb ihtiyar, nangíng
pêpêsthèné dumunúng ing astané Pangéran Kang Måhå Wikan".
Mulå ora samêsthiné yèn manungså iku nyumurupi bab-bab síng durúng kêlakón. Saupåmå nyumurupå, prayogå åjå diblakakaké wóng liyå, awít têmahané múng bakal murihaké bilahi.
Pitudúh : # 106
Sabar iku ingaran mustikaning laku, jumbúh karo uniné bêbasan : "Sabar iku kunciníng swargå", atêgês marganíng kamulyan.
Sabar, liré mómót kuwat nandhang sakèhíng cobå lan pandadaraníng ngauríp, nangíng ora atêgês gampang pêpês kêntèkan pêngarêp-arêp.
Suwaliké malah kêbak pêngarêp-arêp lan kuwåwå nampani åpå baé kang gumêlar ing salumahé jagad iki.
Pitudúh : # 107
Kahanan donya iki ora langgêng, tansah owah gingsír.
Yèn sirå kêbênêran katunggónan båndhå lan kasinungan pangkat, åjå banjúr rumangsa "Såpå sirå såpå ingsún", tansah ngêndêlaké panguwasané tumindak dêgsurå marang sapådhå-pådhå.
Élinga yèn båndhå iku gampang ilang (sírnå).
Pangkat sawayah-wayah bisa oncat.
Pitudúh : # 108
Saibå bêciké samangså wóng kang lagi kasinungan kabêgjan lan nampå kabungahan iku tansah élíng gêdhé ngucap syukúr marang Kang Pêparíng. Awít élinga yèn tumindak kåyå mangkono mau kêjåbå biså ngilangi watak jubriyå uga mlêtikaké råså rumångså yèn wóng dilairaké marang sapådhå-padhané titah, mbêngkas kasangsaran, munggahé ngrêkså hayuníng jagad.
Pitudúh : # 109
Åjå sók ngêndêl-êndêlaké samubarang kaluwihanmu, åpå manèh mamèraké kasugihan lan kapintêranmu.
Yèn anggónmu ngóngasaké dhiri mau múng winatês ing lathi tanpå búkti, dhóngé pakarti kåyå mangkono iku ngêngón awakmu dadi ora aji.
Luwíh prayogå turutên pralampitané tanduran pari.
Pari kang mêntês mêsthi tumêlúng, kang ndongak mracihnani yèn kóthóng tanpå isi.
Pitudúh : # 110
"Rumångså sarwå duwé" lan "Sarwå duwé rumångså", iku yèn ditulís gênah múng diwolak-walík baé, nangíng surasané jêbúl kåyå bumi karo langit.
Síng kapisan nudúhaké watak ngêdír-êdíraké, wêngís satindak lakuné (polahé), yèn nggayúh pêpénginan ora maèlu laku dudu, samubarang pakarti nisthå ditrajang wani.
Déné síng kapindho pakartiné tansah kêbak wêlas asíh, wicaksånå ing sabên laku, rumångså doså samångså gawé kapitunané liyan.
Pitudúh : # 111
Nadyan wêsi iku kanyatané atós, éwa sêmono yèn wís kêtrajang ing taiyèng yå bakal êntèk gripís.
Sêmono ugå tumrapíng wóng kang kataman råså mèri, atiné mbåkå sêthithík ugå bakal gripís, awít rumangsa yèn awaké tansah apês, saénggå kélangan grêgêt lan lumúh makaryå.
Wusanané pêpês atiné kêntèkan pêngarêp-arêp.
Pitudúh : # 112
Yèn sirå sacårå badaniyah lan rohaniyah têtêp kêpingín bagas kuwarasan, tansah élingå róng prakårå iki :
1. Tansah jaganên sakèhíng samubarang kang nêdyå sirå lêbókaké ing
tutúk, dithinthíng luwíh dhisík åpå bakal gawé rusakíng rågå åpå ora.
2. Kulinaknå mikír luwih dhisík samubarang kang arêp sirå wêtókaké
såkå tutúk.
Liré pikirên luwíh dhisík klawan matêng åpå kang bakal sirå
wêtókaké iku ora malah gawé kucêmíng awakmu dhéwé, nglarani
atiníng liyan åpå ora.
Déné yèn ora ånå paédahé luwíh bêcík åjå kók kojah amríh ora
nandhang piduwúng.Pitudúh : # 113
Digêndhóngånå dikuncènånå kåyå ngåpå, nangíng wóng iku yèn wís tinakdír têkan janjiné utåwå ajalé, mångså bakal wurungå.
Iki manèh pélíng kita, yèn kita manungså mono ing atasé badan lan umuré dhéwé ora kuwåså.
Åpå manèh síng múng wujúd barang sampiran kåyådéné drajad sêmat lan pangkat, kaluhuran, kasugihan, lan kalungguhan.
Mula såkå iku åjå kibír, jubriya lan åjå sók dumèh.
Awít isíh ånå panguwåså liyå (Gústi Allah) kang luwíh kuwåså.
Pitudúh : # 114
Ngombé lan mêmangan yèn tanpå takêr lan tanpå pilíh-pilíh iku pancèn biså nêkakaké bilahi.
Mula nyandhêt ubalíng kêpinginan ngombé lan mêmangan kang kåyå mêngkono mau wís atêgês sawijiníng pamarsudi nyêgah karusakaníng jiwå lan rågå.
Wóndéné sranané kang prayogå yaiku påså síng mêngku ancas pupúr sadurungé bênjút nyingkiri sadurungé bilahi.
Pitudúh : # 115
Kamulyan lan kanikmataning uríp wóng-wóng kang sugíh dituku måwå tangising rakyat kang mlarat.
Pitudúh : # 116
Kang kinaran janmå kang wís kadunúngan cíptå kang wêníng iku, yåiku såpå kang wís têmên-têmên mantêp pangidhêpé marang Gústi Kang Múrbèng Dumadi.
Wóng kang kåyå mangkono mau samångså nindakaké pakarti åpå tå åpå tansah linambaran ati kang sarwå têpa tulús, kabèh-kabèh amúng akarånå Allah.
Ora cilík ati, gêdhéné ngråså owèt ing kalané wóhíng panggawéné mitunani awaké dhéwé, nangíng biså gawé raharjané sêsamaníng dumadi.
Kósókbaliné wóng kang nindakaké pangibadah nangíng isih ndarbèni pêpinginan supåyå diwêruhana lan digawókana déníng Allah, iku pratåndhå yèn pangidhêpé lan pangibadahé durúng akarånå Allah.
Pitudúh : # 117
Pambudidayanirå manêmbah marang Pangéran iku prayogané åjå sirå anggo sarånå ngalab tumuruníng pêparingé, nangíng mligiya nindakaké panêmbah múng såkå niyat manêmbah.
Awít wóng kang nyênyadhóng sihíng Pangéran sarånå laku panêmbah kathík banjúr nyåtå kalêksanan panyuwuné, ing adat wóng mau banjúr dadi kêthúl kawaspadané marang kaluhuran lan kêagungané Kang Múrbèng Dumadi.
Aran isíh bêgjå yèn ora banjúr dadi wóng jubriyå sênêng nyêpèlèkaké marang sêsamaníng dumadi.
Pitudúh : # 118
Ånå sawènèhíng wóng kang duwé pênganggap mênawa nyênyuwún sihíng Allah iku ora ånå gawéné.
Awít Gústi Allah iku adíl lan Måhå Wuninga saénggå ora bakal pêparíng marang wóng kang ora pantês nampa ganjaran, nangíng wóng mau sajak lali yèn Gústi Allah mono Maha Wêlas lan Maha Asíh.
Ugå ana sawènèhíng wóng kang ora prêcåyå marang anané Gústi Allah, prêsasat ugå ora prêcaya marang anané dhéwé, déné nganti awaké lair ånå ing donya.
Nangíng yèn wóng mau nandhang rêribêd lan nalaré wís pantóg, adaté tuwúh osikíng atiné yèn Pangéran iku ånå malah banjúr disêsuwuni.
Pitudúh : # 119
Wóng kang kulina ngéníngaké cíptané kang rêsík ing wayah ésúk, lawas-lawas banjúr biså ngêningaké cíptané ing wayah bêngi ugå, lan sangsåyå lawas manèh bisa ngêningaké cíptå ing wayah åpå baé lan ing ngêndiya baé.
Nangíng sabarang pratingkah iku biså dadi pakulinan manåwå katindakaké kanthi ajêg, sarånå panglantíh kang tumêmên lan ora bosên.
Klawan mangkono sabarang kang mauné rinåså rêkåså lan abót, bakal sírnå.
Mangkono ugå ånå bédané yèn kita kêpingín nanêm wiji kautaman, iya kudu kita gladhi tanpå bosên.Pitudúh : # 120
Yèn pinuju wayah bêngi langité têrang banjúr tumêngåå ing tawang, kita bakal nyipati sapérangané gêlaríng alam, abyóríng langít kang sumilak sinêbaran lintang-lintang patíng krêlip, gêdhé cilík kåyå wís sêngadi tinåtå panggónané, angin sumilír ngobahaké kêkayónan lan gêgódhóngan kang ngandhút arumíng gandané kêkêmbangan.
Síng kåyå mangkono sayêkti bisa nuwúhaké råså pangråså têntrêm ing ati kitå.
Nangíng luwíh såkå iku, åpå síng kåyå mangkono mau ora ngosikaké kita tumrap kaluhuraníng Kang Måhå Agúng kang wús mranåtå sakabèhíng mau ?
Pitudúh : # 121
Tumrapíng wóng múrsíd yèn pinuju kambah ing prihatin, nolah-nolèh ngiwå nêngên wís ora ånå pitulungan manèh kang biså diarêp-arêp têkané.
Parandéné ora bakal kóncadan ing pangarêp-arêp. Awít wís mangêrti mênåwå tambané prihatín kang ampúh iku ora liyå kêjåbå : sabar. Sabar lan tawakal nyênyuwún kanthi têmên-têmêníng ati marang kamurahaníng Kang Måhå Kuwåså kang ngrêgêm sakabèhíng mobah-mosikíng jagad saisiné.
Pitudúh : # 122
Ala-alaníng kêlakuwané wóng ora kåyå kang sinúng watak "Såpå sirå såpå ingsún". Margå sèndhènan kaluwihané, êmbúh kêkuwasaané, êmbúh karósan, sênêng tumindak sawênang-wênang marang kalahané kang wís titå ora bakal kumawani mancahi gêdhéné nganti wani mbandakalani kêkarêpané.
Wóng kang nduwèni sêsipatan kåyå mangkono mau prayogå énggal ngélinganå mênåwå laku jantraníng jagad mono wís kinodrat cåkrå manggilingan; síng wingi ånå ngisór déné sésúk gilír gumanti bakal ngêrèhaké.
Pitudúh : # 123
Sabên dinå kitå ajêg rêrêsík badan lan pênganggo, kajåbå amríh bagas kuwarasan ugå katón apík lan ngrêsêpaké.
Iki pakulinan kang apík. nangíng luwíh prayoga manèh yèn jroníng ati banjúr katuwuhan osík : åpå sabên dinå kita ugå rêrêsík lan ngupakara batín lan jiwå kita amríh sangsåyå apík lan sangsåyå rêsík såkå sakèhíng rêrêgêd såkå anané cacad-cacad lan panggodhå.
Sêbab yèn badan wadhag kang kênå ing rusak iku kita gêmaténi, généyå jiwå kitå kang asipat langgêng malah kita lírwakaké pangupakarané ?
Pitudúh : # 124
Suméndhé ing takdir iku dudu sipaté wóng kang sênêng ulah luhuríng kêbatinan, nangíng dadi wataké wóng kang lumúh tumandang gawé lan cupêt nalaré.
Luhuríng kêbatinan kudu tansah jumbúh lan laras karo ajuníng kawrúh lair.
Liré, kêbatinan kang luhúr iyå kudu biså ngujudi pakarti kang luhúr ugå, kang biså njunjúng lan mulyakaké drajadíng nuså lan bangsané.
Pitudúh : # 125
Såkå kayungyúníng manungså marang båndhå, sêmat lan drajad anggóné migunakaké nganti kêrêp nglírwakaké kautaman, nglalèkaké jêjêríng kamangnungsan.
Uripé prasasat kaêsók kabèh ånå ing kono. Ora ngélingi kêpriyé wusananíng dumadi.
Ing jagad pancèn ora ånå wêwalêr wóng nglumpúkaké båndhå råjåbrånå, janji pikolèhé manút dalan kang bênêr lan dipigunakaké minångkå prabót prênataníng jagad.
Pitudúh : # 126
Uríp tanpå gêgayuhan luhúr, bêbasané kåyå lêlawuhan tanpå uyah, sêpå tan miråså.
Gêgayuhan bisané kasêmbadan kudu sinartan ngèlmu, jalaran ngèlmu mono pancèn sanguné ngauríp, wóndéné ngèlmu iku tinêmu ing laku lan tandang.
Sakèhíng tandang ora bêcík kêlakóné yèn ora mapan.
Liré, bisowå tansah ngélingi marang jantraníng kahanan.
Wóng kang tandang tandúké mapan, angèl kêpèpèté, jalaran yèn mapan mêsthi cêpak waspadané.
Déné waspådå mono sirikané målå lan adóh såkå bêbêndhu.Pitudúh : # 127
Sakabèhíng tumindak iku panimbangé manút kawusanané.
Mula muríh bisané sampúrna, sabarang kang bakal dilakóni lan ditindakaké iku luwíh dhisík thinthingånå lan pilah-pilahna ålå bêciké kanthi wêningé nalar/pikír.
Yèn wís, tumindaké kanthi dugå lan prayogå, sartå måwå têpå tulådhå.
Liré, sabarang patrap mau upamaknå tumrap awaké dhéwé, ilangnå pangirå-irå tumrap awaké liyan kang durúng disumurupi.
Élingå, såpå kang arêp mbêcíkaké alam donya iku, kudu mbêcíkaké awaké dhéwé luwíh dhisík.
Pitudúh : # 128
Ciri-ciriné jiwa kang isih kóthóng mono biså dititík såkå ulat praupan, tutúr wicara, lan tingkah lakuné kang ora naté gêlêm kalah.
Sabarang tindak-tandúké kêpingín unggúl lan mamèraké kaluwihané, ora anggèr kaluwihan biså kanggo ngadhêpi bêbåyå lan ngêntas såkå papan cintråkå.
Kaluwihan kang tanpå dilandhêsi kautaman, kênå diumpamakaké kayadéné wêdhak pupúr síng nèmpèl ing njaban kulít baé, ora biså tahan suwé lan gampang luntúr margå såkå pakartiné dhéwé, awít nêrak dhasar-dhasar bêbênêr lan kasucian.
Pitudúh : # 129
Sabên tumindak sêjangkah ngilowå marang kinclóng-kinclóngé banyu samudrå síng suthík kanggónan sangkrah, jalaran sakèhé uwúh mêsthi disingkíraké minggír.
Sabên makaryå sapêcak, tuladhanên pakartiné banyu tritisan, nadyan tumètès mbåkå satètès, ditindakaké kanthi ajêg kêcónggah mbólóngaké watu síng atósé ngluwihi wåjå.
Pitudúh : # 130
Såpå kang bisa nêlukaké mungsúh-mungsúhé, dhèwèké diarani kuwat.
Anangíng såpå kang bisa nêlukaké awaké dhéwé, iya dhèwèké iku kang luwíh kuwat manèh.
Pitudúh : # 131
Samångså lagi ngadhêpi uríp rêkåså prayogané adhêpana klawan èsêm gumuyu.
Awít iku wus wujúd sênjåtå kang bisa gawé ènthèngíng sanggan lan bakal numusi muluríng pikír.
Nanging yèn pênandhangmu mau tansah kók adhêpi kanthi ulat kang suntrút adhakané kowé bakal kêntèkan pikír kang wêníng, wusanané dadi nékat nuruti pokal kang nêrak bêbênêr.
Pitudúh : # 132
Såpå kang nganggêp åpå baé gampang, mêsthi bakal nêmu akéh rubédå.
Såpå kang gampang janji, iya kuwi kang arang nêtêpi.
Pitudúh : # 133
Uríp têgêsé mbudidåyå ngêtóg tênågå (bêrjuwang).
Uríp níkmat tanpå angín prahårå pådhå karo sêgårå kang mati.
Aku luwíh sênêng ditêndhang, dilawan déníng nasíb, tinimbang diugúng.
Pitudúh : # 134
Laku jujúr kuwi pådhå karo dhuwit kang biså laku ing ngêndi baé.
Pitudúh : # 135
Kang bêcík lan ålå, kabèh mêsthi nåmpå pikolèh, sênajantå kadhang-kadhang nampané cêpêt, kadhang-kadhang alón.
Pitudúh : # 136
Wóng kang kinaranan bêrbudi iku, yåkuwi wóng síng rumångså tambah kasíksa yèn nyumurupi sapêpadhané nandhang påpå lan kasangsaran.
Runtúhé råså wêlasé adaté banjúr sinusúl sarånå cucúlé prabéyå lan barang darbèké.
Nangíng pancèn angèl gólèk-gólèkané wóng síng kåyå mangkono iku.
Buktiné ora sêthithík wóng síng mati mêrgå kêwarêgên, apamanèh wóng síng mati amargå kalirên.
Pitudúh : # 137
Manungså kuwi dadiné bêcík miwiti såkå njêro mênjåbå.
Pitudúh : # 138
Kang waspådå marang awakmu dhéwé jalaran iyå awakmu dhéwé kuwi kang mujúdaké mungsúhmu kang palíng gêdhé.
Abót-abóting cobå tumraping ngauríp iku malah ora kåyå wóng kang lagi kêbyukan sihíng Gústi Allah.
Yèn lulús såkå pandadaran biså dadi manungså kang kajåbå gêdhé síh kadarmané ugå wicaksånå laír batiné.
Nangíng yèn tå ora têgúh imané, wóng kang lagi kabómbóng ing donyå artå lan kêladúk rumångså sarwå kuwagang mbêndúng sêgårå njugrúgaké gunúng mau istingarah bakal kóncatan kawaspadané.
Kêjåbå lali marang sangkan parané ugå lali yèn sakèhíng drajat lan sêmat dalasan têkan nyawané dhéwé pisan iku múng lugu barang titipan kang sawayah-wayah bisa dipundhút bali déníng Kang Kagungan.
Pitudúh : # 149
Ambudidåyåå ing båndhå manút sakatógíng tênågå nangíng åjå lali kinanthènan tékad lan sêdya yèn sapérangan bakal kita tanjakaké kanggo nindakaké pangibadah.
Élinga yèn pati iku lawangíng akhérat, déné laku ngibadah iku kang biså dadi sarånå nggampangaké manungså tumêkané marang ing lawang mau kanthi råså pangråså tobat lan sumarah.
Suwaliké, jiwå rågå kang ora kanggo tobat nalangsa ing Gústi Allah iku ora bédå kåyå anggané båndhå kang ora dijakati lan ora ditanjakaké kanggo pênggawé kabêcikan.
Pitudúh : # 150
Yèn sirå pinuju nandhang bagas kuwarasan, élinga yèn nalika kênå ing lårå, supríh sirå têtêp bagas kuwarasan kanthi sêsirík prakårå-prakårå kang mbiyèn nyêbabaké lårå.
Yèn ing nalikå sugíh, élingå yèn kêna ing pêkír, lêkas síng kåyå mêngkono mau kanggo ngawékani amríh sira ora gampang kadunungan pikiran sênêng pamèr lan sêsóngaran.
Kawruhånå, iku kêpårå nudúhaké pratåndhå yèn dhèwèké iku sêjatiné wóng kang tunå ing råså wêlas asíh lan miskín ing kawrúh.
Pitudúh : # 151
Kitå manungså iki ora kênå tansah ngantu-antu têkané wêktu kang bêcík, jêr wêktu kang bêcík iku sêjatiné kudu kitå dhéwé sing gawé.
Kitå kudu tansah élíng yèn sabarang tingkah lan tandúk kitå ing dinå kang siji iku nggåwå kêputusan tumrap dinå sijiné.
Déné dinå kang pungkasan iku kang mutúsaké sakabèhíng wêktu lan dinå-dinå kang wis kapungkúr.
Mulå sadurungé kitå tumapak marang dinå pungkasaning uríp, dipådhå biså nglungguhi marang jêjêríng uríp manungså.
Pitudúh : # 152
Wóng nandhang lårå mono akèh síng mêrgå anggóné ngombé lan mêmangan kliwat takêr lan tanpå pilíh-pilíh.
Mulå kanggo nyandhêt ubalíng håwå marang bab sakaroné mau, dibiså marsudi nyudå nuruti kêcaping lidhah sarånå nglakoni påså kang mêngku ancas nyingkiri sadurungé katamaning bilahi.
Pitudúh : # 153
Wóng kang lagi kasinungan kabêgjan lan kamúlyan iku dibiså marsudi amríh langgêng, åjå banjúr kalimpút watak jubriyå lan sêmbrana sing sisíp sêmbiré biså kêjlungúp tibå ing kasangsaran.
Yèn wís mangkono múng råså gêtún lan piduwúng sing kari ing pamburiné.
Pitudúh : # 154
Håwå napsu lan watak angkårå iku sawutuhé manjíng ing dhiri pribadiné dhéwé-dhéwé.
Yèn diumbar ngrêbdå bakal gawé "Bêncånå lan kasangsaran".
Suwaliké yèn bab mau biså dikêndhalèni bakal njílmå dadi watak "Sabar lan prasåjå", tulús éklas awèh pangapurå marang sapådhå-pådhå síng gawé kaluputan.
Pitudúh : # 155
Tapaning ati iku múng têmên, yèn tapaning nyåwå múng élíng.
Síng såpå bisa élíng sêdinå sêpisan baé, adaté barang kang sinêdyå bakal ånå.
Síng såpå têmên salawasé, kabèh pangajabé bakal kêcandhak.
Déné kang aran sêjatiníng katêmênan iku sakabèhíng pakarti kang ditindakaké klawan madêp mantêp tanpå mandhêg-mangu lan tolah-tolèh, saénggå sabarang kêkarêpané bakal ginayúh.Pitudúh : # 156
Wóng iku yèn lagi nandhang lårå lagi biså ngrasakaké sêpirå munggúh bêgjané wóng kang kanugrahan awak kang tansah kuwarasan.
Nangíng suwaliké, wóng síng awaké sêgêr waras lumrahé lali rêkasané wóng lårå.
Sangsåyå adóh kélingané, sangsåyå cêdhak anggóné ngumbar håwå nuruti pêpinginané mripat, ilat, lan têlíh (wadhúk, wêtêng) kang sêjatiné ngajak marang rusakíng rågå.
Mulå prayogané tansah élinga pêrihíng lårå kanthi nggêmatèni kanikmatan kang wís diparingaké déníng Gústi Allah tan kêna kinayangåpå ajiné, yaiku wujúd awak kang bagas kuwarasan.
Pituduh : # 157
Manungså pinaringan déníng Pangéran péranganíng awak kang kalarasaké karo gumêlaríng bêbrayan.
Pinaringan mripat loro, pêrluné supåyå akèhå kang didêlêng, yå kang ngênani ubêr ingêring alam, ålå bêcikíng kahanan, lan owah gingsiríng jaman.
Liré, supåyå linarasna kanthi lantipíng panggraitå.
Pinaringan kupíng loro, murih akèhå swårå kang dirungókaké, nuli kathinthingana lan kasaringa kanthi lungidíng panyiptå lan alapên kang awèh pakolèh.
Pinaringan tangan loro, sikíl loro, supåyå akèhé kang ditandhangi, pilihên kang murakabi kanggo bêbrayan agúng. Pitudúh : # 158 Pancèn ora ånå wêwalêr ing jagad iki tumrapíng wóng kang nglumpúkaké donya brånå. nangíng kitå kudu tansah élíng yèn donyå brånå mono dudu panggónané kalanggêngan.
Nabi Muhammad wús paríng sabdå : "Ora prayogå ninggalaké kadonyan margå nglakóni akhérat.
Nangíng jênêng wóng kang nisthå såpå kang ninggalaké bab akhérat margå múng golèk donyå brånå tanpå waspådå marang pungkasaníng dumadi."
Pitudúh : # 159
Brangating ati sabiså-biså kêndhalènånå, åjå diububi nganti muntab dadi ubalíng nêpsu.
Kåyådéné nyirêp gêni sarånå lêngå.
Napsu amarah mono isíh têtêp bakal tansah mbêbêdhag sêlawasé yèn tå ora kinanthènan pikiran kang mênêp, lan ati kang élíng.
Élingé ati lan mênêpíng pikír bakal numusi muluré budi kang tundhóné biså dadi panyirêp sakèhing pakartiníng sétan.
Pitudúh : # 160
Wóng kang ringkíh iman lan batiné bakal gampang dadi jujugané dúrjånå apús-apús kang patíng sliwêr golèk mangsan.
Pirang-pirang kèhé wóng kasêlak pêrcåyå rêmbúg pangimíng-imíng ora pinikír bakal kêdadéyané ing têmbé.
Wusanané nandhang kapitunan lan kênå ing apús.
Mula ditansah waspådå, åjå lirwå ing kaprayitnan. Pitudúh : # 161 Samångså-mångså thukúl plêtikíng pikír kang kasarung déníng ubalíng nafsu ålå, yogyané sumênêpnå sauntårå.
Yèn biså kåyå mangkono karan wóng wicaksana, jalaran kêjaba biså nglêrêmaké ati kanthi mênêpíng pikirmu ugå bakal kêcónggah nyirêp ubalíng nafsumu mau.
Wusånå rahayu kang tinêmu mêrgå biså sumingkír såkå mêmålå kang têkå arêp ngrêridhu awakmu. Pitudúh : # 162 Wóng kang sêngsårå uripé jalaran ånå róng warnå.
Kapisan såkå kaluputané dhéwé, kang kapindho mêrgå såkå pokalé dhéwé.
Síng kapisan iku paribasané tanêm tuwúh kang tansah kodanan lan kêpanasan ora diopèni, déné síng kang kapindho paribasané tanêm tuwúh kang tansah diapèk asilé nganti ora kobêr thukúl gódhóngé. Pitudúh : # 163 Yèn sirå uríp ing alam donya iki rumångså nampå pandúm kêsêthithikên iku wís dadi pêpêsthèné urípmu, ora pêrlu mbók murinani.
Pamurinamu prayogå lipurên sarånå mawas lêlabuhanmu dhéwé, jêr lêlabuhan ing alam donya mono dadi trajuníng akèh sêthithiké pandúmmu.
silahkan anda Copy paste artikel diatas tapi kalau anda tidak keberatan cantumkan sumber dengan linkback ke blog ini. terimakasih....!!!
Mulå ora samêsthiné yèn manungså iku nyumurupi bab-bab síng durúng kêlakón. Saupåmå nyumurupå, prayogå åjå diblakakaké wóng liyå, awít têmahané múng bakal murihaké bilahi.
Pitudúh : # 106
Sabar iku ingaran mustikaning laku, jumbúh karo uniné bêbasan : "Sabar iku kunciníng swargå", atêgês marganíng kamulyan.
Sabar, liré mómót kuwat nandhang sakèhíng cobå lan pandadaraníng ngauríp, nangíng ora atêgês gampang pêpês kêntèkan pêngarêp-arêp.
Suwaliké malah kêbak pêngarêp-arêp lan kuwåwå nampani åpå baé kang gumêlar ing salumahé jagad iki.
Pitudúh : # 107
Kahanan donya iki ora langgêng, tansah owah gingsír.
Yèn sirå kêbênêran katunggónan båndhå lan kasinungan pangkat, åjå banjúr rumangsa "Såpå sirå såpå ingsún", tansah ngêndêlaké panguwasané tumindak dêgsurå marang sapådhå-pådhå.
Élinga yèn båndhå iku gampang ilang (sírnå).
Pangkat sawayah-wayah bisa oncat.
Pitudúh : # 108
Saibå bêciké samangså wóng kang lagi kasinungan kabêgjan lan nampå kabungahan iku tansah élíng gêdhé ngucap syukúr marang Kang Pêparíng. Awít élinga yèn tumindak kåyå mangkono mau kêjåbå biså ngilangi watak jubriyå uga mlêtikaké råså rumångså yèn wóng dilairaké marang sapådhå-padhané titah, mbêngkas kasangsaran, munggahé ngrêkså hayuníng jagad.
Pitudúh : # 109
Åjå sók ngêndêl-êndêlaké samubarang kaluwihanmu, åpå manèh mamèraké kasugihan lan kapintêranmu.
Yèn anggónmu ngóngasaké dhiri mau múng winatês ing lathi tanpå búkti, dhóngé pakarti kåyå mangkono iku ngêngón awakmu dadi ora aji.
Luwíh prayogå turutên pralampitané tanduran pari.
Pari kang mêntês mêsthi tumêlúng, kang ndongak mracihnani yèn kóthóng tanpå isi.
Pitudúh : # 110
"Rumångså sarwå duwé" lan "Sarwå duwé rumångså", iku yèn ditulís gênah múng diwolak-walík baé, nangíng surasané jêbúl kåyå bumi karo langit.
Síng kapisan nudúhaké watak ngêdír-êdíraké, wêngís satindak lakuné (polahé), yèn nggayúh pêpénginan ora maèlu laku dudu, samubarang pakarti nisthå ditrajang wani.
Déné síng kapindho pakartiné tansah kêbak wêlas asíh, wicaksånå ing sabên laku, rumångså doså samångså gawé kapitunané liyan.
Pitudúh : # 111
Nadyan wêsi iku kanyatané atós, éwa sêmono yèn wís kêtrajang ing taiyèng yå bakal êntèk gripís.
Sêmono ugå tumrapíng wóng kang kataman råså mèri, atiné mbåkå sêthithík ugå bakal gripís, awít rumangsa yèn awaké tansah apês, saénggå kélangan grêgêt lan lumúh makaryå.
Wusanané pêpês atiné kêntèkan pêngarêp-arêp.
Pitudúh : # 112
Yèn sirå sacårå badaniyah lan rohaniyah têtêp kêpingín bagas kuwarasan, tansah élingå róng prakårå iki :
1. Tansah jaganên sakèhíng samubarang kang nêdyå sirå lêbókaké ing
tutúk, dithinthíng luwíh dhisík åpå bakal gawé rusakíng rågå åpå ora.
2. Kulinaknå mikír luwih dhisík samubarang kang arêp sirå wêtókaké
såkå tutúk.
Liré pikirên luwíh dhisík klawan matêng åpå kang bakal sirå
wêtókaké iku ora malah gawé kucêmíng awakmu dhéwé, nglarani
atiníng liyan åpå ora.
Déné yèn ora ånå paédahé luwíh bêcík åjå kók kojah amríh ora
nandhang piduwúng.Pitudúh : # 113
Digêndhóngånå dikuncènånå kåyå ngåpå, nangíng wóng iku yèn wís tinakdír têkan janjiné utåwå ajalé, mångså bakal wurungå.
Iki manèh pélíng kita, yèn kita manungså mono ing atasé badan lan umuré dhéwé ora kuwåså.
Åpå manèh síng múng wujúd barang sampiran kåyådéné drajad sêmat lan pangkat, kaluhuran, kasugihan, lan kalungguhan.
Mula såkå iku åjå kibír, jubriya lan åjå sók dumèh.
Awít isíh ånå panguwåså liyå (Gústi Allah) kang luwíh kuwåså.
Pitudúh : # 114
Ngombé lan mêmangan yèn tanpå takêr lan tanpå pilíh-pilíh iku pancèn biså nêkakaké bilahi.
Mula nyandhêt ubalíng kêpinginan ngombé lan mêmangan kang kåyå mêngkono mau wís atêgês sawijiníng pamarsudi nyêgah karusakaníng jiwå lan rågå.
Wóndéné sranané kang prayogå yaiku påså síng mêngku ancas pupúr sadurungé bênjút nyingkiri sadurungé bilahi.
Pitudúh : # 115
Kamulyan lan kanikmataning uríp wóng-wóng kang sugíh dituku måwå tangising rakyat kang mlarat.
Pitudúh : # 116
Kang kinaran janmå kang wís kadunúngan cíptå kang wêníng iku, yåiku såpå kang wís têmên-têmên mantêp pangidhêpé marang Gústi Kang Múrbèng Dumadi.
Wóng kang kåyå mangkono mau samångså nindakaké pakarti åpå tå åpå tansah linambaran ati kang sarwå têpa tulús, kabèh-kabèh amúng akarånå Allah.
Ora cilík ati, gêdhéné ngråså owèt ing kalané wóhíng panggawéné mitunani awaké dhéwé, nangíng biså gawé raharjané sêsamaníng dumadi.
Kósókbaliné wóng kang nindakaké pangibadah nangíng isih ndarbèni pêpinginan supåyå diwêruhana lan digawókana déníng Allah, iku pratåndhå yèn pangidhêpé lan pangibadahé durúng akarånå Allah.
Pitudúh : # 117
Pambudidayanirå manêmbah marang Pangéran iku prayogané åjå sirå anggo sarånå ngalab tumuruníng pêparingé, nangíng mligiya nindakaké panêmbah múng såkå niyat manêmbah.
Awít wóng kang nyênyadhóng sihíng Pangéran sarånå laku panêmbah kathík banjúr nyåtå kalêksanan panyuwuné, ing adat wóng mau banjúr dadi kêthúl kawaspadané marang kaluhuran lan kêagungané Kang Múrbèng Dumadi.
Aran isíh bêgjå yèn ora banjúr dadi wóng jubriyå sênêng nyêpèlèkaké marang sêsamaníng dumadi.
Pitudúh : # 118
Ånå sawènèhíng wóng kang duwé pênganggap mênawa nyênyuwún sihíng Allah iku ora ånå gawéné.
Awít Gústi Allah iku adíl lan Måhå Wuninga saénggå ora bakal pêparíng marang wóng kang ora pantês nampa ganjaran, nangíng wóng mau sajak lali yèn Gústi Allah mono Maha Wêlas lan Maha Asíh.
Ugå ana sawènèhíng wóng kang ora prêcåyå marang anané Gústi Allah, prêsasat ugå ora prêcaya marang anané dhéwé, déné nganti awaké lair ånå ing donya.
Nangíng yèn wóng mau nandhang rêribêd lan nalaré wís pantóg, adaté tuwúh osikíng atiné yèn Pangéran iku ånå malah banjúr disêsuwuni.
Pitudúh : # 119
Wóng kang kulina ngéníngaké cíptané kang rêsík ing wayah ésúk, lawas-lawas banjúr biså ngêningaké cíptané ing wayah bêngi ugå, lan sangsåyå lawas manèh bisa ngêningaké cíptå ing wayah åpå baé lan ing ngêndiya baé.
Nangíng sabarang pratingkah iku biså dadi pakulinan manåwå katindakaké kanthi ajêg, sarånå panglantíh kang tumêmên lan ora bosên.
Klawan mangkono sabarang kang mauné rinåså rêkåså lan abót, bakal sírnå.
Mangkono ugå ånå bédané yèn kita kêpingín nanêm wiji kautaman, iya kudu kita gladhi tanpå bosên.Pitudúh : # 120
Yèn pinuju wayah bêngi langité têrang banjúr tumêngåå ing tawang, kita bakal nyipati sapérangané gêlaríng alam, abyóríng langít kang sumilak sinêbaran lintang-lintang patíng krêlip, gêdhé cilík kåyå wís sêngadi tinåtå panggónané, angin sumilír ngobahaké kêkayónan lan gêgódhóngan kang ngandhút arumíng gandané kêkêmbangan.
Síng kåyå mangkono sayêkti bisa nuwúhaké råså pangråså têntrêm ing ati kitå.
Nangíng luwíh såkå iku, åpå síng kåyå mangkono mau ora ngosikaké kita tumrap kaluhuraníng Kang Måhå Agúng kang wús mranåtå sakabèhíng mau ?
Pitudúh : # 121
Tumrapíng wóng múrsíd yèn pinuju kambah ing prihatin, nolah-nolèh ngiwå nêngên wís ora ånå pitulungan manèh kang biså diarêp-arêp têkané.
Parandéné ora bakal kóncadan ing pangarêp-arêp. Awít wís mangêrti mênåwå tambané prihatín kang ampúh iku ora liyå kêjåbå : sabar. Sabar lan tawakal nyênyuwún kanthi têmên-têmêníng ati marang kamurahaníng Kang Måhå Kuwåså kang ngrêgêm sakabèhíng mobah-mosikíng jagad saisiné.
Pitudúh : # 122
Ala-alaníng kêlakuwané wóng ora kåyå kang sinúng watak "Såpå sirå såpå ingsún". Margå sèndhènan kaluwihané, êmbúh kêkuwasaané, êmbúh karósan, sênêng tumindak sawênang-wênang marang kalahané kang wís titå ora bakal kumawani mancahi gêdhéné nganti wani mbandakalani kêkarêpané.
Wóng kang nduwèni sêsipatan kåyå mangkono mau prayogå énggal ngélinganå mênåwå laku jantraníng jagad mono wís kinodrat cåkrå manggilingan; síng wingi ånå ngisór déné sésúk gilír gumanti bakal ngêrèhaké.
Pitudúh : # 123
Sabên dinå kitå ajêg rêrêsík badan lan pênganggo, kajåbå amríh bagas kuwarasan ugå katón apík lan ngrêsêpaké.
Iki pakulinan kang apík. nangíng luwíh prayoga manèh yèn jroníng ati banjúr katuwuhan osík : åpå sabên dinå kita ugå rêrêsík lan ngupakara batín lan jiwå kita amríh sangsåyå apík lan sangsåyå rêsík såkå sakèhíng rêrêgêd såkå anané cacad-cacad lan panggodhå.
Sêbab yèn badan wadhag kang kênå ing rusak iku kita gêmaténi, généyå jiwå kitå kang asipat langgêng malah kita lírwakaké pangupakarané ?
Pitudúh : # 124
Suméndhé ing takdir iku dudu sipaté wóng kang sênêng ulah luhuríng kêbatinan, nangíng dadi wataké wóng kang lumúh tumandang gawé lan cupêt nalaré.
Luhuríng kêbatinan kudu tansah jumbúh lan laras karo ajuníng kawrúh lair.
Liré, kêbatinan kang luhúr iyå kudu biså ngujudi pakarti kang luhúr ugå, kang biså njunjúng lan mulyakaké drajadíng nuså lan bangsané.
Pitudúh : # 125
Såkå kayungyúníng manungså marang båndhå, sêmat lan drajad anggóné migunakaké nganti kêrêp nglírwakaké kautaman, nglalèkaké jêjêríng kamangnungsan.
Uripé prasasat kaêsók kabèh ånå ing kono. Ora ngélingi kêpriyé wusananíng dumadi.
Ing jagad pancèn ora ånå wêwalêr wóng nglumpúkaké båndhå råjåbrånå, janji pikolèhé manút dalan kang bênêr lan dipigunakaké minångkå prabót prênataníng jagad.
Pitudúh : # 126
Uríp tanpå gêgayuhan luhúr, bêbasané kåyå lêlawuhan tanpå uyah, sêpå tan miråså.
Gêgayuhan bisané kasêmbadan kudu sinartan ngèlmu, jalaran ngèlmu mono pancèn sanguné ngauríp, wóndéné ngèlmu iku tinêmu ing laku lan tandang.
Sakèhíng tandang ora bêcík kêlakóné yèn ora mapan.
Liré, bisowå tansah ngélingi marang jantraníng kahanan.
Wóng kang tandang tandúké mapan, angèl kêpèpèté, jalaran yèn mapan mêsthi cêpak waspadané.
Déné waspådå mono sirikané målå lan adóh såkå bêbêndhu.Pitudúh : # 127
Sakabèhíng tumindak iku panimbangé manút kawusanané.
Mula muríh bisané sampúrna, sabarang kang bakal dilakóni lan ditindakaké iku luwíh dhisík thinthingånå lan pilah-pilahna ålå bêciké kanthi wêningé nalar/pikír.
Yèn wís, tumindaké kanthi dugå lan prayogå, sartå måwå têpå tulådhå.
Liré, sabarang patrap mau upamaknå tumrap awaké dhéwé, ilangnå pangirå-irå tumrap awaké liyan kang durúng disumurupi.
Élingå, såpå kang arêp mbêcíkaké alam donya iku, kudu mbêcíkaké awaké dhéwé luwíh dhisík.
Pitudúh : # 128
Ciri-ciriné jiwa kang isih kóthóng mono biså dititík såkå ulat praupan, tutúr wicara, lan tingkah lakuné kang ora naté gêlêm kalah.
Sabarang tindak-tandúké kêpingín unggúl lan mamèraké kaluwihané, ora anggèr kaluwihan biså kanggo ngadhêpi bêbåyå lan ngêntas såkå papan cintråkå.
Kaluwihan kang tanpå dilandhêsi kautaman, kênå diumpamakaké kayadéné wêdhak pupúr síng nèmpèl ing njaban kulít baé, ora biså tahan suwé lan gampang luntúr margå såkå pakartiné dhéwé, awít nêrak dhasar-dhasar bêbênêr lan kasucian.
Pitudúh : # 129
Sabên tumindak sêjangkah ngilowå marang kinclóng-kinclóngé banyu samudrå síng suthík kanggónan sangkrah, jalaran sakèhé uwúh mêsthi disingkíraké minggír.
Sabên makaryå sapêcak, tuladhanên pakartiné banyu tritisan, nadyan tumètès mbåkå satètès, ditindakaké kanthi ajêg kêcónggah mbólóngaké watu síng atósé ngluwihi wåjå.
Pitudúh : # 130
Såpå kang bisa nêlukaké mungsúh-mungsúhé, dhèwèké diarani kuwat.
Anangíng såpå kang bisa nêlukaké awaké dhéwé, iya dhèwèké iku kang luwíh kuwat manèh.
Pitudúh : # 131
Samångså lagi ngadhêpi uríp rêkåså prayogané adhêpana klawan èsêm gumuyu.
Awít iku wus wujúd sênjåtå kang bisa gawé ènthèngíng sanggan lan bakal numusi muluríng pikír.
Nanging yèn pênandhangmu mau tansah kók adhêpi kanthi ulat kang suntrút adhakané kowé bakal kêntèkan pikír kang wêníng, wusanané dadi nékat nuruti pokal kang nêrak bêbênêr.
Pitudúh : # 132
Såpå kang nganggêp åpå baé gampang, mêsthi bakal nêmu akéh rubédå.
Såpå kang gampang janji, iya kuwi kang arang nêtêpi.
Pitudúh : # 133
Uríp têgêsé mbudidåyå ngêtóg tênågå (bêrjuwang).
Uríp níkmat tanpå angín prahårå pådhå karo sêgårå kang mati.
Aku luwíh sênêng ditêndhang, dilawan déníng nasíb, tinimbang diugúng.
Pitudúh : # 134
Laku jujúr kuwi pådhå karo dhuwit kang biså laku ing ngêndi baé.
Pitudúh : # 135
Kang bêcík lan ålå, kabèh mêsthi nåmpå pikolèh, sênajantå kadhang-kadhang nampané cêpêt, kadhang-kadhang alón.
Pitudúh : # 136
Wóng kang kinaranan bêrbudi iku, yåkuwi wóng síng rumångså tambah kasíksa yèn nyumurupi sapêpadhané nandhang påpå lan kasangsaran.
Runtúhé råså wêlasé adaté banjúr sinusúl sarånå cucúlé prabéyå lan barang darbèké.
Nangíng pancèn angèl gólèk-gólèkané wóng síng kåyå mangkono iku.
Buktiné ora sêthithík wóng síng mati mêrgå kêwarêgên, apamanèh wóng síng mati amargå kalirên.
Pitudúh : # 137
Manungså kuwi dadiné bêcík miwiti såkå njêro mênjåbå.
Pitudúh : # 138
Kang waspådå marang awakmu dhéwé jalaran iyå awakmu dhéwé kuwi kang mujúdaké mungsúhmu kang palíng gêdhé.
Pitudúh : # 139
Manungså kang múng ngélingi marang pakartiné pancadriyané mono bakal tansah kasinungan råså dhêmên utåwå sêngsêm.
Såkå Råså Dhêmên banjúr kathukúlan råså mélík, såkå råså mélík munggah dadi nafsu, såkå nafsu banjúr nasar pakartiné lan sírnå bêbudèné síng wêkasané tumiba ing påpå, nandhang kasangsaran.
Pitudúh : # 140
Wóng juwèh, kawruhé tumèmpèl ing lambé, kumrêcêk ngêbaki ing pasamuwan, katút samirånå mrånå-mréné.
Bédå karo wóng mênêng, kawruhé sumimpên ånå ing ati wêníng.
Wêtuné ora sarånå lambé, nangíng katampanan ing pucukíng pèn, mili ambèr ing kêrtas putíh, rinasakaké ing wóng sajagad.
Pitudúh : # 141
Amríh uríp kita tansah nêmóni rahayu, åjå kêndhat nggêgulang nandúr cíptå utåmå sajroníng ati sanubari kita sinartan panyuwunan kang manthêng marang Gústi Kang Måhå Wêlas lan Måhå Asíh, mugå pinaringan nugråhå biså ndarbèni ati kang wêníng lan jiwå kang utåmå.
Pancèn ora gampang wóng ngudi bisané kasinungan cíptå utåmå ngélingi mênåwå manungså mono mulå wís kêsêrênan sipat apês lan lali.
Sók ngonowå yèn tå sawisé nandhang apês lan lali banjúr gumrégah manèh pangudiné åpå déné ora kêndhat ing panglantihé mantêpå ing kêyakinan yèn Gústi Allah ora bakal ora ngudanêni panyuwún kitå.
Pitudúh : # 142
Kawrúh lan "Ilmu pêngêtahuan" iku múng biså digayúh lan dikuwasani kanthi laku kang laras karo åpå kang diwulangaké.
Liré, ajaran téoriné kudu biså dicakaké lan ditrapkaké kanggo karahayóníng bêbrayan. Wóndéné lakuné mono kudu sinartan tékad kang gilíg lan kêkarêpan kang tulús lan mantêp kinanthènan katêguhaníng iman, kanggo ngadhêpi sakèhíng panggodhå sartå nyingkiri sikêp laku kang sarwå dudu. Pitudúh : # 143 Banyu iku bisaníng bêníng yèn wís mênêp. Sanadyan mauné buthêk, nangíng yèn wís mênêp, iyå banjúr bêníng.
Sêmono ugå tumrap pêpinginan utåwå gêgayuhan yèn diudi nganti katóg lan mênêp ing têmbé ugå bakal kasinungan sifat bêníng.
Liré, nadyan pêpinginan lan panggayu bisa kalêksanan klawan tumuli, éwå sêmono yèn ditlatèni suwéning suwé ugå bakal kasêmbadan.
Pitudúh : # 144 Yèn kêpingín nglungguhi pangkat kang dhuwúr luwíh prayogå yèn dikawiti såkå kalungguhan kang êndhèk dhéwé.
Awít klawan mêngkono ing têmbé kowé ora bakal gampang disêpèlèkaké déníng bawahanmu.
Lan kang utåmå yaiku kowé nuli biså madêg dadi pêmimpín kang biså nglungguhi ing kawicaksanan, adóh såkå watak dêgsurå, anané múng sarwå kêbak råså têpå salirå. Pitudúh : # 145 Ginubêl déníng råså "Tansah kurang marêm" marang asilíng pakaryan utawa jêjibahan kang diayahi, saugêr ora ngångså-ångså, sayêkti malah dadi pamêcút kang bêcík kanggo luwíh maju.
Nangíng yèn råså tansah kurang marêm mau ngênani wuwuhíng donyå-brånå, ora bédå kåyådéné rêridhu síng èsthiné múng tansah rinåså kayadéné pasiksané ngauríp. Pitudúh : # 146
Élingå, mbésúk yèn wís tumêkaning janjiné ora kênå ora, badan wadhag lan sabarang kalír kang kita darbèni iki bakal kita tinggalaké kabèh, ora ånå kang kitå gåwå mênyang alam kalanggêngan.
Mula åjå bangêt nggónira katrêm marang kadonyan.
Åpå manèh, såpå kang tansah ngêgúl-êgúlaké marang donyå branané lan gandrúng marang pêpinginan kang ora langgêng, èsthiné ora bakal bisa nêmókaké kahanan kang biså gawé langgêngíng kasênêngan lan katêntrêmaníng ati.
Pitudúh : # 147
Batiné wóng kang bisa ndarbèni ati nriman iku tansah ayêm lan têntrêm, margå satingkah laku tansah linambaran kêyakinan kang kandêl marang kadar pêparingé Pangéran.
Nriman ora têgês wis marêm åpå anané, nangíng suwaliké kêpårå malah sungkan mênêng.
Múng baé ora grusa-grusu kåyå tumindaké wóng kang nduwèni sipat ngångså-ångså kåyå ora gêlêm ngakóni karang anané pandúm.
Pitudúh : # 148 Manungså kang múng ngélingi marang pakartiné pancadriyané mono bakal tansah kasinungan råså dhêmên utåwå sêngsêm.
Såkå Råså Dhêmên banjúr kathukúlan råså mélík, såkå råså mélík munggah dadi nafsu, såkå nafsu banjúr nasar pakartiné lan sírnå bêbudèné síng wêkasané tumiba ing påpå, nandhang kasangsaran.
Pitudúh : # 140
Wóng juwèh, kawruhé tumèmpèl ing lambé, kumrêcêk ngêbaki ing pasamuwan, katút samirånå mrånå-mréné.
Bédå karo wóng mênêng, kawruhé sumimpên ånå ing ati wêníng.
Wêtuné ora sarånå lambé, nangíng katampanan ing pucukíng pèn, mili ambèr ing kêrtas putíh, rinasakaké ing wóng sajagad.
Pitudúh : # 141
Amríh uríp kita tansah nêmóni rahayu, åjå kêndhat nggêgulang nandúr cíptå utåmå sajroníng ati sanubari kita sinartan panyuwunan kang manthêng marang Gústi Kang Måhå Wêlas lan Måhå Asíh, mugå pinaringan nugråhå biså ndarbèni ati kang wêníng lan jiwå kang utåmå.
Pancèn ora gampang wóng ngudi bisané kasinungan cíptå utåmå ngélingi mênåwå manungså mono mulå wís kêsêrênan sipat apês lan lali.
Sók ngonowå yèn tå sawisé nandhang apês lan lali banjúr gumrégah manèh pangudiné åpå déné ora kêndhat ing panglantihé mantêpå ing kêyakinan yèn Gústi Allah ora bakal ora ngudanêni panyuwún kitå.
Pitudúh : # 142
Kawrúh lan "Ilmu pêngêtahuan" iku múng biså digayúh lan dikuwasani kanthi laku kang laras karo åpå kang diwulangaké.
Liré, ajaran téoriné kudu biså dicakaké lan ditrapkaké kanggo karahayóníng bêbrayan. Wóndéné lakuné mono kudu sinartan tékad kang gilíg lan kêkarêpan kang tulús lan mantêp kinanthènan katêguhaníng iman, kanggo ngadhêpi sakèhíng panggodhå sartå nyingkiri sikêp laku kang sarwå dudu. Pitudúh : # 143 Banyu iku bisaníng bêníng yèn wís mênêp. Sanadyan mauné buthêk, nangíng yèn wís mênêp, iyå banjúr bêníng.
Sêmono ugå tumrap pêpinginan utåwå gêgayuhan yèn diudi nganti katóg lan mênêp ing têmbé ugå bakal kasinungan sifat bêníng.
Liré, nadyan pêpinginan lan panggayu bisa kalêksanan klawan tumuli, éwå sêmono yèn ditlatèni suwéning suwé ugå bakal kasêmbadan.
Pitudúh : # 144 Yèn kêpingín nglungguhi pangkat kang dhuwúr luwíh prayogå yèn dikawiti såkå kalungguhan kang êndhèk dhéwé.
Awít klawan mêngkono ing têmbé kowé ora bakal gampang disêpèlèkaké déníng bawahanmu.
Lan kang utåmå yaiku kowé nuli biså madêg dadi pêmimpín kang biså nglungguhi ing kawicaksanan, adóh såkå watak dêgsurå, anané múng sarwå kêbak råså têpå salirå. Pitudúh : # 145 Ginubêl déníng råså "Tansah kurang marêm" marang asilíng pakaryan utawa jêjibahan kang diayahi, saugêr ora ngångså-ångså, sayêkti malah dadi pamêcút kang bêcík kanggo luwíh maju.
Nangíng yèn råså tansah kurang marêm mau ngênani wuwuhíng donyå-brånå, ora bédå kåyådéné rêridhu síng èsthiné múng tansah rinåså kayadéné pasiksané ngauríp. Pitudúh : # 146
Élingå, mbésúk yèn wís tumêkaning janjiné ora kênå ora, badan wadhag lan sabarang kalír kang kita darbèni iki bakal kita tinggalaké kabèh, ora ånå kang kitå gåwå mênyang alam kalanggêngan.
Mula åjå bangêt nggónira katrêm marang kadonyan.
Åpå manèh, såpå kang tansah ngêgúl-êgúlaké marang donyå branané lan gandrúng marang pêpinginan kang ora langgêng, èsthiné ora bakal bisa nêmókaké kahanan kang biså gawé langgêngíng kasênêngan lan katêntrêmaníng ati.
Pitudúh : # 147
Batiné wóng kang bisa ndarbèni ati nriman iku tansah ayêm lan têntrêm, margå satingkah laku tansah linambaran kêyakinan kang kandêl marang kadar pêparingé Pangéran.
Nriman ora têgês wis marêm åpå anané, nangíng suwaliké kêpårå malah sungkan mênêng.
Múng baé ora grusa-grusu kåyå tumindaké wóng kang nduwèni sipat ngångså-ångså kåyå ora gêlêm ngakóni karang anané pandúm.
Abót-abóting cobå tumraping ngauríp iku malah ora kåyå wóng kang lagi kêbyukan sihíng Gústi Allah.
Yèn lulús såkå pandadaran biså dadi manungså kang kajåbå gêdhé síh kadarmané ugå wicaksånå laír batiné.
Nangíng yèn tå ora têgúh imané, wóng kang lagi kabómbóng ing donyå artå lan kêladúk rumångså sarwå kuwagang mbêndúng sêgårå njugrúgaké gunúng mau istingarah bakal kóncatan kawaspadané.
Kêjåbå lali marang sangkan parané ugå lali yèn sakèhíng drajat lan sêmat dalasan têkan nyawané dhéwé pisan iku múng lugu barang titipan kang sawayah-wayah bisa dipundhút bali déníng Kang Kagungan.
Pitudúh : # 149
Ambudidåyåå ing båndhå manút sakatógíng tênågå nangíng åjå lali kinanthènan tékad lan sêdya yèn sapérangan bakal kita tanjakaké kanggo nindakaké pangibadah.
Élinga yèn pati iku lawangíng akhérat, déné laku ngibadah iku kang biså dadi sarånå nggampangaké manungså tumêkané marang ing lawang mau kanthi råså pangråså tobat lan sumarah.
Suwaliké, jiwå rågå kang ora kanggo tobat nalangsa ing Gústi Allah iku ora bédå kåyå anggané båndhå kang ora dijakati lan ora ditanjakaké kanggo pênggawé kabêcikan.
Pitudúh : # 150
Yèn sirå pinuju nandhang bagas kuwarasan, élinga yèn nalika kênå ing lårå, supríh sirå têtêp bagas kuwarasan kanthi sêsirík prakårå-prakårå kang mbiyèn nyêbabaké lårå.
Yèn ing nalikå sugíh, élingå yèn kêna ing pêkír, lêkas síng kåyå mêngkono mau kanggo ngawékani amríh sira ora gampang kadunungan pikiran sênêng pamèr lan sêsóngaran.
Kawruhånå, iku kêpårå nudúhaké pratåndhå yèn dhèwèké iku sêjatiné wóng kang tunå ing råså wêlas asíh lan miskín ing kawrúh.
Pitudúh : # 151
Kitå manungså iki ora kênå tansah ngantu-antu têkané wêktu kang bêcík, jêr wêktu kang bêcík iku sêjatiné kudu kitå dhéwé sing gawé.
Kitå kudu tansah élíng yèn sabarang tingkah lan tandúk kitå ing dinå kang siji iku nggåwå kêputusan tumrap dinå sijiné.
Déné dinå kang pungkasan iku kang mutúsaké sakabèhíng wêktu lan dinå-dinå kang wis kapungkúr.
Mulå sadurungé kitå tumapak marang dinå pungkasaning uríp, dipådhå biså nglungguhi marang jêjêríng uríp manungså.
Pitudúh : # 152
Wóng nandhang lårå mono akèh síng mêrgå anggóné ngombé lan mêmangan kliwat takêr lan tanpå pilíh-pilíh.
Mulå kanggo nyandhêt ubalíng håwå marang bab sakaroné mau, dibiså marsudi nyudå nuruti kêcaping lidhah sarånå nglakoni påså kang mêngku ancas nyingkiri sadurungé katamaning bilahi.
Pitudúh : # 153
Wóng kang lagi kasinungan kabêgjan lan kamúlyan iku dibiså marsudi amríh langgêng, åjå banjúr kalimpút watak jubriyå lan sêmbrana sing sisíp sêmbiré biså kêjlungúp tibå ing kasangsaran.
Yèn wís mangkono múng råså gêtún lan piduwúng sing kari ing pamburiné.
Pitudúh : # 154
Håwå napsu lan watak angkårå iku sawutuhé manjíng ing dhiri pribadiné dhéwé-dhéwé.
Yèn diumbar ngrêbdå bakal gawé "Bêncånå lan kasangsaran".
Suwaliké yèn bab mau biså dikêndhalèni bakal njílmå dadi watak "Sabar lan prasåjå", tulús éklas awèh pangapurå marang sapådhå-pådhå síng gawé kaluputan.
Pitudúh : # 155
Tapaning ati iku múng têmên, yèn tapaning nyåwå múng élíng.
Síng såpå bisa élíng sêdinå sêpisan baé, adaté barang kang sinêdyå bakal ånå.
Síng såpå têmên salawasé, kabèh pangajabé bakal kêcandhak.
Déné kang aran sêjatiníng katêmênan iku sakabèhíng pakarti kang ditindakaké klawan madêp mantêp tanpå mandhêg-mangu lan tolah-tolèh, saénggå sabarang kêkarêpané bakal ginayúh.Pitudúh : # 156
Wóng iku yèn lagi nandhang lårå lagi biså ngrasakaké sêpirå munggúh bêgjané wóng kang kanugrahan awak kang tansah kuwarasan.
Nangíng suwaliké, wóng síng awaké sêgêr waras lumrahé lali rêkasané wóng lårå.
Sangsåyå adóh kélingané, sangsåyå cêdhak anggóné ngumbar håwå nuruti pêpinginané mripat, ilat, lan têlíh (wadhúk, wêtêng) kang sêjatiné ngajak marang rusakíng rågå.
Mulå prayogané tansah élinga pêrihíng lårå kanthi nggêmatèni kanikmatan kang wís diparingaké déníng Gústi Allah tan kêna kinayangåpå ajiné, yaiku wujúd awak kang bagas kuwarasan.
Pituduh : # 157
Manungså pinaringan déníng Pangéran péranganíng awak kang kalarasaké karo gumêlaríng bêbrayan.
Pinaringan mripat loro, pêrluné supåyå akèhå kang didêlêng, yå kang ngênani ubêr ingêring alam, ålå bêcikíng kahanan, lan owah gingsiríng jaman.
Liré, supåyå linarasna kanthi lantipíng panggraitå.
Pinaringan kupíng loro, murih akèhå swårå kang dirungókaké, nuli kathinthingana lan kasaringa kanthi lungidíng panyiptå lan alapên kang awèh pakolèh.
Pinaringan tangan loro, sikíl loro, supåyå akèhé kang ditandhangi, pilihên kang murakabi kanggo bêbrayan agúng. Pitudúh : # 158 Pancèn ora ånå wêwalêr ing jagad iki tumrapíng wóng kang nglumpúkaké donya brånå. nangíng kitå kudu tansah élíng yèn donyå brånå mono dudu panggónané kalanggêngan.
Nabi Muhammad wús paríng sabdå : "Ora prayogå ninggalaké kadonyan margå nglakóni akhérat.
Nangíng jênêng wóng kang nisthå såpå kang ninggalaké bab akhérat margå múng golèk donyå brånå tanpå waspådå marang pungkasaníng dumadi."
Pitudúh : # 159
Brangating ati sabiså-biså kêndhalènånå, åjå diububi nganti muntab dadi ubalíng nêpsu.
Kåyådéné nyirêp gêni sarånå lêngå.
Napsu amarah mono isíh têtêp bakal tansah mbêbêdhag sêlawasé yèn tå ora kinanthènan pikiran kang mênêp, lan ati kang élíng.
Élingé ati lan mênêpíng pikír bakal numusi muluré budi kang tundhóné biså dadi panyirêp sakèhing pakartiníng sétan.
Pitudúh : # 160
Wóng kang ringkíh iman lan batiné bakal gampang dadi jujugané dúrjånå apús-apús kang patíng sliwêr golèk mangsan.
Pirang-pirang kèhé wóng kasêlak pêrcåyå rêmbúg pangimíng-imíng ora pinikír bakal kêdadéyané ing têmbé.
Wusanané nandhang kapitunan lan kênå ing apús.
Mula ditansah waspådå, åjå lirwå ing kaprayitnan. Pitudúh : # 161 Samångså-mångså thukúl plêtikíng pikír kang kasarung déníng ubalíng nafsu ålå, yogyané sumênêpnå sauntårå.
Yèn biså kåyå mangkono karan wóng wicaksana, jalaran kêjaba biså nglêrêmaké ati kanthi mênêpíng pikirmu ugå bakal kêcónggah nyirêp ubalíng nafsumu mau.
Wusånå rahayu kang tinêmu mêrgå biså sumingkír såkå mêmålå kang têkå arêp ngrêridhu awakmu. Pitudúh : # 162 Wóng kang sêngsårå uripé jalaran ånå róng warnå.
Kapisan såkå kaluputané dhéwé, kang kapindho mêrgå såkå pokalé dhéwé.
Síng kapisan iku paribasané tanêm tuwúh kang tansah kodanan lan kêpanasan ora diopèni, déné síng kang kapindho paribasané tanêm tuwúh kang tansah diapèk asilé nganti ora kobêr thukúl gódhóngé. Pitudúh : # 163 Yèn sirå uríp ing alam donya iki rumångså nampå pandúm kêsêthithikên iku wís dadi pêpêsthèné urípmu, ora pêrlu mbók murinani.
Pamurinamu prayogå lipurên sarånå mawas lêlabuhanmu dhéwé, jêr lêlabuhan ing alam donya mono dadi trajuníng akèh sêthithiké pandúmmu.
silahkan anda Copy paste artikel diatas tapi kalau anda tidak keberatan cantumkan sumber dengan linkback ke blog ini. terimakasih....!!!